JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan kedua Gubernur Papua Lukas Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pada Senin (26/9/2022).
Akan tetapi, tampaknya kecil kemungkinan Enembe bakal menghadiri agenda pemeriksaan.
Di sisi lain, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) memperbolehkan penyidik KPK menghadirkan paksa atau memanggil paksa Enembe.
KPK menetapkan Enembe sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanjda Daerah (APBD) Papua serta dugaan gratifikasi sebesar Rp 1 miliar.
Baca juga: Pengacara Pastikan Lukas Enembe Tak Penuhi Panggilan KPK Besok
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, penyidik telah mengirimkan surat panggilan kepada Enembe pada 7 September 2022 atau 2 hari setelah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, Enembe tidak hadir.
Enembe kemudian dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada 12 September 2022. Namun, lagi-lagi Enembe kembali tidak memenuhi panggilan itu.
Ali mengatakan, pemeriksaan pada 12 September sedianya akan dilakukan di Markas Korps Brigade Mobil (Mako Brimob) Papua. Pemilihan lokasi pemeriksaan tersebut bertujuan memudahkan Lukas memenuhi panggilan penyidik.
Akan tetapi, saat itu tim penyidik hanya bertemu dengan kuasa hukum Enembe.
KPK sempat diundang rapat dengan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada 19 September 2022.
Bahkan, saat itu Mahfud turut mengundang Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI.
Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, KPK tidak memaksakan penjemputan paksa mengingat kondisi di Papua yang rawan konflik. Sebab, kediaman Enembe sempat dijaga oleh sejumlah pendukungnya.
Bahkan, para pendukung Enembe yang menamakan diri "Koalisi Rakyat Papua" sempat melakukan unjuk rasa di Jayapura.
“Kita lihat situasi (jemput paksa), enggak mungkin kan kita paksakan kalau situasinya seperti itu. Kita enggak ingin ada pertumpahan darah atau kerusuhan sebagai akibat dari upaya yang kita lakukan,” ucap Alex.
Baca juga: BIN Bantah Terlibat Kriminalisasi Lukas Enembe
Menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) PPATK membongkar dugaan penyimpanan dan pengelolaan uang Lukas Enembe yang dinilai tidak wajar.
Salah satu dari 12 temuan PPATK merupakan setoran tunai dari Enembe yang diduga mengalir ke kasino judi dengan nilai Rp 560 miliar.