JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) mengkritik dalih efisiensi di balik mengemukanya kembali wacana pemilihan legislatif (pileg) dengan sistem proporsional tertutup.
Wacana ini kembali mengemuka setelah Badan Pengkajian MPR RI bertemu dengan jajaran komisioner KPU RI pada Rabu (21/9/2022).
Direktur Eksekutif Puskapol UI Hurriyah menganggap argumen soal efisiensi ini sebagai "argumen malas" dan "jalan pintas" atas permasalahan yang rumit.
"Argumen utamanya efisiensi anggaran, efisiensi kerja enggak juga. Kalau yang dikejar hanya efisiensi, saya mau bilang gini, pemerintahan yang paling efisien adalah yang paling otoriter karena jalurnya tidak panjang," kata Hurriyah kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).
Baca juga: MPR Sebut Wacana Pilkada Asimetris dan Pileg Proporsional Tertutup Tidak untuk 2024
"Tapi demokrasi kan tidak bicara melulu soal efisiensi. Esensi demokrasi adalah rakyat punya daulat, di mana masyarakat punya kuasa memilih representasinya secara langsung," jelasnya.
Dalam sistem proporsional terbuka, pemilih dapat mencoblos caleg pilihannya untuk duduk di parlemen. Sementara itu, dalam sistem tertutup, pemilih hanya mencoblos partai politik, untuk berikutnya partai yang memilihkan kadernya duduk di parlemen.
Hurriyah menambahkan, demokrasi tidak bicara soal efisien atau tidak efisien.
Dibandingkan sistem pemerintahan lain, demokrasi justru mungkin menjadi sistem yang paling tidak efisien.
Baca juga: MPR dan KPU Godok Opsi Pileg Proporsional Tertutup, Pemilih Hanya Coblos Parpol
"Demokrasi memang mahal, tetapi demokrasi terbukti menjadi sistem yang terbaik di antara pilihan yang buruk," ujarnya.
"Kalau diurutkan, yang paling efisien ya (sistem) totaliter, lalu otoriter, baru kemudian demokrasi," ia melanjutkan.
Dalam kunjungannya ke KPU RI, Ketua Badan Pengkajian MPR RI Djarot Syaiful Hidayat mengaku menerima usulan dari Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari agar berani memikirkan peluang diterapkannya sistem pemilihan tertutup.
Baca juga: Godok Opsi Proporsional Tertutup dalam Pileg, Ini Alasan MPR
Dalam pembahasan kedua belah pihak, isu efisiensi jadi salah satu isu yang dibahas, selain anggapan bahwa sistem tertutup dapat menekan politik berbiaya tinggi dalam kampanye para caleg.
"Untuk mencetak kartu suara, formatnya lebih mudah bagu KPU (karena tanpa nama calon)," lanjut Djarot di kantor KPU RI, Rabu.
"Kami juga amat terkejut dengan sistem seperti ini, maka format suaranya KPU akan mencetak ada 2.593 model jenis berbeda-beda. Bayangkan, apa enggak pusing dengan waktu yang sangat singkat, di seluruh dapil," tambahnya.
Baca juga: Perbedaan Pemilu Sistem Proporsional Terbuka dan Tertutup
KPU RI memang dihadapkan pada tantangan yang cukup berat terkait surat suara sejak diberlakukannya pemilu serentak.