KOMPAS.com – Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tavip Agus Rayanto mengatakan, pihaknya terus mendorong pencegahan stunting berbasis keluarga melalui operasi akar rumput berdasarkan data terkini.
“Pendataan keluarga memiliki karakteristik penyediaan data by name by address secara lengkap di seluruh Indonesia. Data tersebut dapat membantu kepala daerah dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan keluarga, khususnya yang terkait stunting,” kata Tavip.
Beliau mengatakan itu dalam Webinar Nasional: Generasi Bebas Stunting Seri #3 dengan tema “Penguatan Manajemen Data di Lapangan” yang digelar BKKBN berkerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dan Tanoto Foundation di kanal YouTube Tanoto Foundation, Selasa (20/9/2022).
Tavip menyebutkan, data tersebut, selain memuat secara spesifik pengukuran kinerja program BKKBN, juga berguna untuk melakukan pemetaan keluarga yang mempunyai risiko stunting.
BKKBN, sebut beliau, juga akan melakukan pemutakhiran pendataan keluarga pada September-Desember 2022 melalui hasil Pendataan Keluarga 2021 (PK21).
Baca juga: Apa Itu Stunting, Ciri Stunting, dan Dampaknya pada Pertumbuhan Anak
Hasil pemutakhiran tersebut akan dijadikan sebagai basis data dan data penyasaran intervensi percepatan penurunan stunting dan penanganan kemiskinan ekstrem di daerah.
“Saya berharap acara ini dapat memperkuat pengelolaan dan penggunaan data untuk membantu pemerintah dalam mengambil keputusan, sehingga pada akhirnya target penurunan angka stunting sekitar 14 persen pada 2024 dapat diwujudkan,” katanya.
Selain itu, penyediaan data keluarga berisiko stunting juga menjadi salah satu kegiatan prioritas penurunan stunting sesuai Peraturan Presiden (Perpres) 72 Tahun 2021.
Untuk diketahui, hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Indonesia sebesar 24,4 persen atau menurun 6,4 persen dari 30,8 persen pada 2018.
Pada kesempatan yang sama, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Kabupaten Pinrang Abdul Rachman Madmud memaparkan penanganan stunting yang dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pinrang.
Baca juga: Anak Stunting, Apakah Pertumbuhannya Bisa Diperbaiki?
Beliau menyebutkan, prevalensi stunting di Kabupaten Pinrang menurut hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada 2018 adalah sebesar 43,6 persen. Lalu, hasil survei dari SSGI pada 2021 sebesar 24,5 persen.
Abdul menjelaskan, untuk menurunkan prevalensi stunting, Pemkab Pinrang mengeluarkan lima paket layanan intervensi stunting di desa atau kelurahan dengan terus memaksimalkan manajemen data.
“Apa pun yang kita lakukan hari ini tanpa didukung data yang valid dari semua sektor, saya kira kita tidak akan bisa melangkah dalam sisi perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi dari program itu sendiri,” ujarnya.
Untuk memperkuat pengelolaan dan penggunaan data dalam pengambilan keputusan, Kabupaten Pinrang telah melaksanakan PK21, verifikasi dan validasi (verval) data berisiko stunting pada Juli 2022, serta rekonsiliasi data kasus stunting dan keluarga risiko stunting.
Pemkab Pinrang juga membentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) yang tersebar di 109 desa atau kelurahan, membentuk 311 tim pendamping keluarga (TPK) yang beranggotakan 933 orang, menunjuk pengolah data di setiap kecamatan, melaksanakan audit kasus stunting, dan melayani keluarga berencana (KB).
Baca juga: BKKBN dan Dharma Pertiwi Roadshow Percepatan Penurunan Stunting di NTT