JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Roy Rening membantah kliennya menerima suap gratifikasi sebesar Rp 1 miliar.
Roy mengklaim uang tersebut tidak terkait dengan Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua, melainkan miliknya sendiri.
“Dananya tidak terkait dengan sumber proyek APBD Papua 2013 sampai dengan 2022,” kata Roy dalam keterangan resminya, Senin (19/9/2022).
Baca juga: Pemerintah Blokir Rekening Lukas Enembe Senilai Rp 71 Miliar
Dalam perkara ini Lukas disangka menerima hadiah atau janji (gratifikasi) dari seseorang bernama Prijatono Lakka yang mentransfer uang sebesar Rp 1 miliar.
Menurut Roy, berdasarkan pengakuan Lukas, uang tersebut merupakan dana pribadi kliennya. Ia hanya meminta tolong Pijatono yang diketahui merupakan pendeta dan orang yang membantu pengadaan perabot rumah pribadi Lukas.
Pengakuan serupa juga disampaikan Prijatono kepada penyidik KPK, bahwa uang tersebut milik Lukas.
“Dana tersebut adalah dana pribadi Gubernur Lukas Enembe sendiri,” kata Roy.
Baca juga: Mahfud MD: Kasus Lukas Enembe Bukan Rekayasa Politik!
Karena itu, menurut Roy, unsur dugaan korupsi terkait Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b, atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU TPK) tidak terpenuhi.
Selain itu, unsur diketahui atau patut diduga penerimaan hadiah sebagai akibat melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajiban Lukas, juga tidak terpenuhi.
“Karena tidak terkait dengan proyek APBD Provinsi Papua,” kata Roy.
Roy kemudian menyimpulkan penetapan tersangka terhadap Lukas merupakan bentuk kriminalisasi dan pembunuhan karakter. Ia menilai proses penyidikan tidak sesuai hukum pidana formil dan materil.
“Dapat disimpulkan adanya kriminalisasi dan pembunuhan karakter terhadap Gubernur Lukas Enembe,” ujar Roy.
Baca juga: PPATK Temukan Dugaan Transaksi Setoran Tunai Lukas Enembe ke Kasino Judi Rp 560 Miliar
Merespons hal ini, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri membantah penetapan tersangka Lukas sebagai bentuk kriminalisasi.
Ali menegaskan KPK telah mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Lukas sebagai tersangka. Alat bukti itu bisa didapatkan dari keterangan saksi, ahli, terdakwa, surat, maupun petunjuk lain.
“Kami tegaskan, KPK tidak ada kepentingan lain selain murni penegakan hukum sebagai tindak lanjut laporan masyarakat,” kata Ali.