PADA Sabtu (17/9/2022), ramai berita tentang Prof. Azyumardi Azra yang tiba-tiba sesak napas dan masuk rumah sakit di Malaysia.
Saya tak henti berdoa dan berikirim fatihah hingga Minggu subuh. Saya bicara sendiri sambil membayangkan berbisik pada Prof. Azra,“Prof. Lekas sembuh. Umat Islam dunia masih butuh.”
Saya kemudian duduk di ruang belajar kampus Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta dan menulis.
Kurang satu menit dari pukul 12.00 WIB, istri saya menelepon dan langsung bertanya,“Apakah Prof. Azra meninggal?”
“Enggak tau,” jawab saya singkat.
“Ada di grup," katanya lagi.
Kami saling diam saat. Inna Lillahi wa Inna Ilayhi Raji’un. Saya benar-benar kaget. Tak percaya. Saya cek WA grup, benar. Ada informasi bahwa Prof. Azyumardi Azra dikabarkan meninggal.
Saya sering mengikuti kelas Prof. Azra ketika kuliah di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta. Bersama istri saya yang juga doktor bimbingan Prof. Azra di SPs UIN Jakarta, kami sering bercerita tentang bagaimana perjalanan intelektual seorang guru besar sejarah dan peradaban Islam.
Prof. Azra benar-benar mengerti bagaimana Islam terjadi di dunia dan apa solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam.
Sebagai pelajar, Prof. Azra adalah teladan bagi saya dalam banyak hal. Beliau adalah intelektual yang produktif menulis, pembaca keras, disiplin dan berintegritas.
Produktifitas Prof. Azra dalam menulis tiada tanding. Setiap hari selalu ada tulisan, artikel, kolom atau resonansi di media massa, paling tidak seingat saya sejak 2013.
Tulisan-tulisan itu di luar makalah, jurnal dan artikel ilmiah, sekadar catatan kritis atau ulasan buku yang dipresentasi di berbagai forum akademik.
Di usianya yang hampir 70 tahun, dan super sibuk sebagai pembimbing disertasi, penceramah akademik atau kuliah umum di dalam dan luar negeri, Prof. Azra masih terus membaca.
Saya tak jarang mencari buku-buku terbaru tentang kajian Islam berdasarkan pada judul yang disebut di dalam tulisan atau artikelnya.
Demikian juga dengan kedisiplinannya, Prof. Azra adalah teladan. Selama saya kuliah di sekolah Pascasarjana UIN Jakarta, tak pernah sekalipun beliau datang terlambat dan tidak mengizinkan mahasiswa yang datang terlambat untuk masuk kelas.