JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Ilmus Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjajaran, Muradi, menilai para pimpinan Polri kemungkinan besar mengetahui sepak terjang kelompok atau faksi yang dikendalikan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Muradi, kemungkinan para pimpinan Polri menganggap kelompok polisi yang dikendalikan oleh Ferdy Sambo dianggap sebagai dinamika di internal.
Baca juga: Staf Ahli Kapolri soal Kerajaan Sambo dan Konsorsium 303: Kalau Kita Cium, Baunya Ada
Sebab menurut Muradi, Polri juga membutuhkan sumber pendanaan di luar yang sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk mendukung operasional dan organisasi.
"Kalau saya dari beberapa kali menangkap (pernyataan), mereka (pimpinan Polri) tahu," kata Muradi dalam program Back To BDM di Kompas.id, seperti dikutip pada Jumat (16/9/2022).
Isu tentang keberadaan faksi yang diduga dikendalikan Sambo di tubuh Polri muncul bersamaan proses penyidikannya dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Menurut Muradi, Polri sejak berdiri sudah memanfaatkan cara untuk mendapatkan dana di luar yang sudah ditetapkan dalam APBN untuk operasional organisasi.
Pola yang sama, kata Muradi, juga diterapkan di tubuh TNI.
Selain itu, menurut Muradi, pendanaan operasional atau kegiatan Polri yang di luar APBN biasanya dipasok dari divisi yang mempunyai pemasukan besar, seperti Korps Lalu Lintas atau reserse.
Baca juga: Sepak Terjang Faksi Sambo yang Turut Memicu Reaksi Internal Polri
Muradi mengatakan, kemungkinan besar Sambo dan sejumlah anak buahnya juga menangani pendanaan di luar APBN. Selain itu, lanjut dia, kegiatan yang dilakukan oleh Sambo dan kelompoknya dinilai harus terbuka dan diketahui pimpinan dan bukan digunakan untuk memperkaya diri.
"Tapi kan pada akhirnya kemudian kalau saya prinsip utama dari organisasi kan 2. Selama pendanaan digunakan untuk organisasi, bukan untuk memperkaya diri, bukan untuk membangun bargaining, daya tawar politik, yang ini saya kira enggak ada masalah," ujar Muradi.
"Yang kedua, dana itu kemudian digunakan hanya untuk hal-hal yang sifatnya kontingensi," lanjut Muradi.
Muradi mengatakan, kasus Brigadir J digunakan oleh pihak lain untuk membongkar tentang kelompok yang diduga dipimpin Sambo.
Baca juga: Faktor Uang Disebut Membuat Sambo Sempat Punya Kuasa di Polri
"Itu yang terjadi kasus FS. FS ini kan kasus misalnya ramai pembunuhan Brigadir J, itu stimulasi saja. Karena sebenarnya sudah ada masalah jauh sebelum itu. Karena dominan sekali, faksi ini dominan sekali," ujar Muradi.
Bahkan menurut Muradi, pihak yang membocorkan soal diagram tentang kaitan sejumlah polisi yang termasuk dalam faksi Sambo yang dijuluki "Kerajaan Sambo" atau "Konsorsium 303" justru datang dari internal Polri.
"Data itu kan bukan diambil dari orang luar. Orang dalam. Data, diagram, itu dari dalam. Jauh sebelum itu saya dapat. Saya merasa kenapa internal merespon, karena sudah jauh sangat-sangat dominan di dalam," papar Muradi.