JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto selama 8 tahun penjara.
Ardian dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan telah menerima suap persetujuan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kolaka Timur tahun 2021
Jaksa menyebut, eks Dirjen Keuda Kemendagri itu terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Baca juga: Eks Dirjen Kemendagri Akan Hadapi Tuntutan Kasus Dana PEN Hari Ini
"Menyatakan terdakwa Mochamad Ardian Noervianto telah bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ucap jaksa membacakan tuntutannya dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (15/9/2022).
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 8 tahun dikurangi selama menjalani penahanan dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa.
Selain pidana badan dan denda, Ardian juga dituntut dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 1,5 miliar subsider 3 tahun.
Baca juga: Sidang Kasus Suap Dana PEN, Jaksa KPK Hadirkan Bupati Nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur
Adapun Ardian menjadi terdakwa bersama dengan Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup Kabupaten Muna Laode M Syukur Akbar.
Jaksa menilai Laode juga terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana Pasal 12 huruf a Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama 5 tahun 6 bulan dikurangi selama menjalani penahanan dan pidana denda sebesar Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan," kata jaksa.
"Menghukum dengan pidana tambahan berupa uang pengganti sebesar Rp 175 juta subsider 3 tahun," ucap jaksa melanjutkan.
Baca juga: Saksi Ungkap Dana PEN Kolaka Timur Sempat Ditunda karena Bupati Ditangkap KPK
Terkait kasus ini, jaksa menilai Ardian bersama-sama dengan Laode menerima suap sebesar Rp 2.405.000.000.
Menurut jaksa, suap itu diberikan oleh Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur dan seorang pengusaha dari Kabupaten Muna, L M Rusdianto Emba.
Suap itu, kata jaksa, diberikan agar usulan dana pinjaman PEN Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2021 bisa disetujui.
Jaksa memaparkan, Andi yang menjabat Plt Bupati Kolaka Timur menyampaikan keinginan untuk mendapatkan dana tambahan Rp 350.000.000.000 untuk pembangunan infrastruktur di Kabupaten Kolaka Timur kepada Rusdianto Emba.
Rusdianto kemudian menyampaikan keinginan Andi kepada Suparman Loke selaku Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna yang memiliki jaringan di pusat agar membantu mewujudkan keinginan tersebut.
Baca juga: Jaksa Ungkap Ada “Uang Keseriusan” untuk Urus Pinjaman Dana PEN Kolaka Timur