JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan alasan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berlaku saat ini perlu diubah.
Menurut Mahfud MD, KUHP yang berlaku saat ini adalah peninggalan zaman kolonial Belanda.
Sedangkan masyarakat Indonesia sudah berubah dari masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional, dari masyarakat terjajah menjadi bangsa yang merdeka.
Oleh karenanya, perlu ada hukum yang sesuai dengan ideologi bangsa, pandangan, dan kesadaran hukum. Apalagi, Indonesia sudah merdeka sejak 77 tahun lalu.
"Sudah 77 tahun negara kita merdeka dan kita selalu terus berusaha membuat hukum pidana nasional dalam kitab UU tersebut. Setelah tidak kurang dari 59 tahun, tepatnya sejak tahun 1963, kita mendiskusikan perubahan KUHP," ucap Mahfud saat membuka diskusi publik RKUHP secara daring, Rabu (7/9/2022).
Baca juga: Komisi III DPR Berkomitmen Segera Selesaikan RUU KUHP
Mahfud MD menjelaskan, perubahan KUHP juga sesuai dengan konstitusi Indonesia, di mana pembentukan KUHP nasional merupakan salah satu politik hukum yang pertama yang diperintahkan untuk dibuat.
Hal tersebut tertuang dalam aturan peralihan Pasal 2 UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945.
Beleid menggariskan bahwa semua lembaga dan peraturan kolonial yang masih berlaku, maka tetap berlaku sepanjang belum dibentuk yang baru.
"Artinya, ketika kita menyatakan kemerdekaan pada saat itu, sudah ada perintah konstitusi agar hukum yang berlaku sejak zaman kolonial Belanda segera diganti dengan hukum-hukum yang baru. Dan yang lama hanya boleh berlaku sampai dibentuk hukum yang baru tersebut," ungkap Mahfud.
Baca juga: Merdeka dengan KUHP Nasional
Mahfud MD mengatakan, hukum pidana perlu diganti secara nasional karena hukum adalah pelayan masyarakat di mana hukum itu berlaku.
Karena pelayan, menurutnya, hukum harus memuat isi yang sesuai dengan kehidupan masyarakat di mana hukum itu berlaku.
Artinya, Mahfud MD menekankan jika masyarakat berubah dari masyarakat kolonial menjadi masyarakat nasional, maka hukum juga harus berubah agar sesuai dengan kebutuhan.
"Alhamdulillah, saat ini kita sudah menghasilkan RKUHP yang relatif siap untuk diundangkan. Sudah selama 59 tahun kita terus merancang RKUHP melalui tim yang silih berganti dan mendapat arahan politik hukum dari 7 presiden, sehingga rancangan ini dapat dikatakan sudah siap untuk diberlakukan," ujarnya.
Baca juga: Sejarah KUHP dan Perjalanan Menuju KUHP Baru
Lebih lanjut, Mahfud MD menjelaskan, politik hukum dalam RKUHP bakal menganut dua jalur pengenaan sanksi, yakni sanksi pidana dan sanksi tindakan.
Dua jalur pengenaan sanksi ini belum diatur di dalam KUHP yang masih berlaku sekarang.