Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Ojo Dibanding-Bandingke Jenderal Andika dengan Jenderal Dudung

Kompas.com - 06/09/2022, 16:11 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

“Angkatan Bersenjata Republik Indonesia harus kompak dan bersatu. Dan satu-satunya dasar agar supaya Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berkompak satu ialah dasar Pancasila. Kalau memakai dasar lain daripada Pancasila, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia akan terpecah belah. Pegang teguh akan hal ini, saudara-saudara.” (Amanat Presiden Sukarno di HUT ABRI, 5 Oktober 1966)

Petuah Proklamator Bung Karno ini akan tetap kontekstual dan terus memberi spirit bagi TNI sampai kapanpun.

Dalam perjalanan sejarah bangsa ini, para pucuk pimpinan Tentara Keamanan Rakyat (TKR-nama resmi sebelum TNI) sempat “berseberangan jalan”.

Pasca-Proklamasi 17 Agustus 1945, pembentukan organisasi militer harus segera dilakukan sebagai antisipasi agresi militer penjajah yang tidak bisa menerima kemerdekaan Indonesia.

Dalam bukunya “Politik Milter Indonesia”, Ulf Sundhaussen menyebut komposisi TKR usai Indonesia merdeka terdiri dari bekas serdadu Koninklijk Nederlandsch Indische Leger (KNIL) yang sempat bersumpah setia kepada Ratu Belanda, mantan tentara Pembela Tanah Air (PETA) binaan Jepang serta beragam laskar pemuda yang baru belakangan bergabung.

Komposisi jumlah bekas anggota PETA melebihi jumlah eks KNIL dalam TKR, tetapi untuk urusan pengalaman dan pengorganisasi tentara justru eks KNIL yang unggul.

Hal ini tidak terlepas dari sistem pendidikan di KNIL yang lebih teratur ketimbang PETA yang dibentuk Jepang untuk persiapan perang melawan Sekutu.

Beberapa eks KNIL adalah alumni sekolah elite militer Breda di Belanda seperti Abdul Haris Nasution, Urip Sumoharjo, TB Simatupang, Alex Kawilarang, Mokoginta dan Abdul Kadir.

Sementara mantan KNIL yang kemudian bergabung di PETA dan melebur ke dalam TKR seperti Ahmad Yani, Soeharto, Gatot Subroto, dan Slamet Riyadi.

Khusus untuk kelaskaran dan berbagai organisasi kemiliteran seperti Tentara Pelajar menjadi penyumbang terbesar keheterogenan di TKR.

Sejak awal terbentuknya TKR, ketiga komponen pengisi TKR ini kerap berbeda pandangan karena rantai komandonya lebih percaya kepada komandan yang berasal dari golongannya sendiri.

Amburadulnya organisasi berimbas kepada persaingan siapa yang lebih “pantas” menjadi Panglima TKR di November 1945.

Wakil Presiden Mohammad Hatta yang menunjuk Urip Sumoharjo sebagai Kepala Staf TKR merujuk kepada senioritas Urip yang berpangkat mayor di KNIL selain pengalamannya sebagai perwira yang mumpuni dalam membentuk organisasi militer.

Urip adalah satu-satunya pribumi di KNIL yang bisa menapak pangkat mayor.

Dalam bukunya “Untuk Negeriku”, Mohammad Hatta menunjuk Urip Sumoharjo sebagai Kepala Staf TKR mengingat Presiden Soekarno tengah melakukan kunjungan ke Cianjur. Sebagai dwitunggal, Hatta menilai langkahnya menunjuk Urip tidak ada yang salah.

Sementara menurut Jenderal AH Nasution dalam bukunya “TNI Jilid 1” menukilkan kalau pimpinan TKR di daerah-daerah eks PETA banyak yang tidak “sreg” dengan kepemimpinan Urip, bahkan mengabaikan instruksi dari pusat.

Ada gap antara tentara eks KNIL dan bekas PETA sehingga menimbulkan rivalitas yang tidak sehat.

Dalam kondisi kekosongan posisi panglima TKR atau menteri keamanan selepas penunjukan Supriyadi sebagai menteri keamanan rakyat yang tidak pernah “jelas” usai pemberontakan PETA di Blitar, maka perlu segera dipilih Panglima TKR.

Belum lagi tindakan ofensif tentara Sekutu yang membebaskan tawanan tentara Jepang kerap merugikan TKR.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com