JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat hukum pidana Abdul Fickar Hadjar mengatakan, dugaan perkosaan dengan terduga Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Magelang, tidak cukup hanya berdasar pada pengakuan istri mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Fickar mengatakan, dugaan perkosaan itu harus memenuhi dua alat bukti jika memang terdapat keinginan untuk diproses secara hukum.
“Tetap harus didasarkan pada minimal dua alat bukti, jika ingin membuktikan ada peristiwa pidananya, sehingga tidak cukup hanya keterangan korban,” kata Fickar saat dihubungi Kompas.com, Senin (5/9/2022).
Baca juga: Dugaan Pemerkosaan Putri Candrawathi di Magelang Dinilai Tak Masuk Akal
Menurut Fickar, ketentuan dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang menyatakan bahwa alat bukti bisa hanya berasal dari pengakuan korban, berlaku jika pelaku masih hidup.
Ketentuan tersebut tidak berlaku dalam dugaan pemerkosaan terhadap Putri karena pihak yang dituduh, Brigadir Yosua sudah meninggal dunia.
“Jika sudah meninggal seperti Brigadir J, maka ketentuan ini tidak berlaku karena tidak ada alat untuk konfirmasi membela diri,” ujar Fickar.
Adapun surat keterangan psikolog klinis atas pemeriksaan terhadap Putri, kata Fickar, dikategorikan sebagai alat bukti yang sama dengan pengakuan Putri sebagai korban.
Dengan demikian, pengakuan Putri dan asesmen tim psikolog atas kondisi mentalnya dihitung sebagai satu alat bukti.
“Itu masih dikategorikan satu alat bukti karena berasal dari sumber yang sama, bukan alat bukti konfirmasi kejadian dari saksi lain,” jelas Fickar.
Pembuktian dugaan kekerasan seksual dalam UU TPKS diatur dalam Pasal 24 dan 25 yang menyebutkan bahwa alat bukti adalah sebagaimana dimaksud dalam hukum pidana, alat bukti lain berupa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik, dan benda yang berhubungan dengan tindak pidana tersebut.
Kemudian, hasil pemeriksaan saksi dan atau korban pada tahap penyidikan, serta alat bukti surat seperti keterangan psikolog klinis dan/atau psikiater, rekam medis, hasil pemeriksaan forensik dan rekening bank.
“Keterangan saksi dan/atau korban cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah jika disertai dengan 1 alat bukti sah lainnya dan hakim memperoleh keyakinan bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwalah yang bersalah,” sebagaimana dikutip dari Pasal 25 Ayat (1) UU TPKS.
Baca juga: Komnas Perempuan: Gestur Putri Candrawathi Tunjukkan Indikasi Trauma Korban Kekerasan Seksual
Sementara, jika keterangan saksi hanya bisa diperoleh dari korban, maka kekuatan pembuktiannya harus didukung dengan sejumlah keterangan lain.
Fickar menyarankan agar temuan Komnas Perempuan yang disatukan dalam laporan dan rekomendasi hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diserahkan ke penyidik untuk membantu pengembangan pemeriksaan kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Dengan demikian, peristiwa di Magelang itu menjadi terang dan polisi menetapkan tersangka.