JAKARTA, KOMPAS.com - Grup Wilmar selaku eksportir crude palm oil (CPO) atau minyak sawit mentah dan produk turunannya diduga menerima keuntungan ilegal hingga Rp 1,6 triliun karena mendapatkan persetujuan ekspor (PE) yang diduga sarat korupsi.
Hal ini terungkap dalam sidang pembacaan dakwaan terhadap terdakwa korupsi PE CPO Indra Sari Wisnu Wardhana selaku mantan Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Jaksa mengatakan, jumlah keuntungan ilegal itu merujuk pada perhitungan Laporan Kajian Analisis Keuntungan Ilegal dan Kerugian Perekonomian Negara Akibat Korupsi di Sektor Minyak Goreng dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) tanggal 15 Juli 2022.
Baca juga: Lima Tersangka Kasus Korupsi Ekspor CPO Akan Didakwa Hari Ini
Keuntungan tersebut dihitung per 15 Februari hingga 30 maret 2022.
“Perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar seluruhnya sebesar Rp 1.693.219.882.064,” kata Jaksa saat membacakan surat dakwaannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2022).
Jaksa merincikan sejumlah perusahaan Grup Wilmar yang mendapatkan keuntungan itu, yakni antara lain PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp1.048.346.290.275 dan PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp 562.846.062.900.
Kemudian, PT Sinar Alam Permai sebesar Rp 68.436.065.206, PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp5.353.905.181, dan PT Wilmar Bio Energi Indonesia sebesar Rp8.237.558.502.
Selain Grup Wilmar, 10 perusahaan di bawah grup perusahaan eksportir CPO dan produk turunannya juga diduga meraup keuntungan ilegal.
Grup Permata Hijau misalnya, mendapatkan keuntungan total Rp 124.418.318.216 atau Rp 1,2 miliar dengan rincian, PT Permata Hijau Palm Oleo sebesar Rp 41.245.004.389, PT Nagamas Palmoil Lestari sebesar Rp 54.474.676.331, PT Permata Hijau Sawit sebesar Rp 84.841.806, dan PT Pelita Agung Agrindustri sebesar Rp 28.613.795.690.
Baca juga: Mendag Zulhas Ajak Eksportir CPO Siap Tingkatkan Suplai ke India
Kemudian, Grup Musim Mas diduga mendapatkan keuntungan ilegal sebesar Rp 626.630.516.604 atau Rp 6,2 miliar.
Angka tersebut merupakan jumlah keseluruhan dari keuntungan di enam perusahaan, yakni PT Musim Mas sebesar Rp 147.399.655.905, PT Musim Mas-Fuji sebesar Rp1.971.457.902, dan PT Intibenua Perkasatama sebesar Rp 449.573.936.117.
Kemudian, PT Agro Makmur Raya sebesar Rp 172.333.926, PT Megasurya Mas sebesar Rp3.718.613.494, dan PT Wira Inno Mas sebesar Rp 23.794.516.086.
Lebih lanjut, Jaksa menyampaikan, dugaan jumlah keuntungan ilegal itu dihitung dengan cara selisih harga rata-rata internasional minyak goreng dengan harga rata-rata minyak goreng di pasar domestik dikalikan dengan kekurangan CPO atau minyak goreng yang didistribusikan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
Jaksa menyebut, harga rata-rata internasional minyak goreng periode Februari-Maret 2022 adalah 1.628.243 dollar AS per ton atau senilai Rp 23.609.523. Nilai ini mengacu pada kurs 1 dollar AS sama dengan Rp 14.500.
Baca juga: Sidang Korupsi Minyak Goreng, Eks Dirjen Kemendag Didakwa Rugikan Negara Rp 18,3 Triliun
Di sisi lain, harga rata-rata minyak goreng di pasar domestik dalam kurun waktu yang sama adalah Rp 14.250,500 per liter.