JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Badan Pengurus Centra Initiative dan Peneliti Senior Imparsial, Al Araf, meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menyelesaikan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masa lalu tetap dilakukan melalui jalur pengadilan.
Pernyataan itu disampaikan Al Araf menanggapi keputusan Presiden yang meneken Keputusan Presiden (Keppres) Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu.
"Sudah seharusnya Presiden sebagai kepala negara memastikan bahwa seluruh pelanggaran HAM berat baik masa lalu maupun yang terjadi belakangan ini harus diselesaikan dengan mekanisme pro-yustisia (pengadilan HAM)," kata Al Araf dalam keterangan pers yang diterima Kompas.com, Kamis (25/8/2022).
Penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu melalui pengadilan, kata Al Araf, adalah amanat Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 26 Tahun 2000.
Baca juga: Jokowi Dinilai Harus Penuhi Janji Tuntaskan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu
Dia mengatakan, di dalam 2 beleid itu penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dilakukan bukan dengan jalur di luar pengadilan (non-yudisial).
Menurut Al Araf, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu melalui pengadilan penting dilakukan guna memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban yang selama ini masih menuntut pengungkapan kebenaran.
"Selain itu, penyelesaian pro-yustisia juga penting untuk memastikan orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran HAM dihukum sesuai hukum yang berlaku dan bukan malah melenggang bebas, bahkan menjabat dalam jabatan-jabatan penting di pemerintahan.
Al Araf berharap seharusnya Presiden mulai serius menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu sebagaimana yang dijanjikan dalam janji politik Nawacita.
Al Araf juga meminta supaya Presiden Joko Widodo memerintahkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) segera menetapkan kasus pelanggaran HAM berat yang hingga kini proses penetapannya masih terkatung-katung di lembaga itu.
Baca juga: Mahfud Ungkap Alasan Pemerintah Tuntaskan Pelanggaran HAM Masa Lalu Melalui Non-yudisial
Selain itu, Al Araf meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin segera menindaklanjuti hasil penyelidikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dari Komnas HAM dengan melakukan penyidikan secara transparan dan bertanggung jawab.
Al Araf juga meminta Presiden Joko Widodo memastikan seluruh pihak yang menghalang-halangi atau menghambat proses penyelesaian pelanggaran HAM berat melalui mekanisme pro-yustisia akan dimintai pertanggungjawaban di muka hukum.
Secara terpisah, Deputi V Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodhawardani mengatakan, Keputusan presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Masa Lalu yang diteken Presiden menjadi komitmen memberikan prioritas pada pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat.
Menurut dia, jika mekanisme yudisial berorientasi pada keadilan retributif, maka mekanisme non-yudisial berorientasi pada pemulihan korban (victim centered).
"Mekanisme non-yudisial berorientasi kepada pemulihan korban. Di samping itu, jalur penyelesaian yudisial dan non-yudisial bersifat saling melengkapi (komplementer), bukan saling menggantikan (substitutif) untuk memastikan penyelesaian kasus secara menyeluruh," ujar Jaleswari dilansir dari siaran pers KSP, Senin (22/8/2022).
Jaleswari juga menyanggah argumen yang menyatakan bahwa Keppres ini tidak memiliki landasan hukum yang jelas.