PARTAI politik (parpol) harus melakukan pendaftaran secara prosedural untuk bisa berlaga dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Padahal, untuk bisa mendaftar, parpol harus telah memenuhi beberapa persyaratan terlebih dulu.
Misalnya, selain harus bisa membuktikan kepengurusan di seluruh tingkat administrasi daerah (100 persen kepengurusan di tingkat provinsi, 75 persen di kabupaten/kota dan 50 persen di kecamatan), parpol juga harus, setidak-tidaknya, telah memiliki 1.000 orang anggota.
Sekilas, persyaratan-persyaratan tersebut tampak tidak mudah untuk dipenuhi. Namun demikian, setidaknya melalui ekspresi yang tampak di media, parpol demikian bersemangat dalam melakukan proses pendaftaran. Artinya, tidak ada masalah.
Antusiasme pendaftaran yang demikian tinggi lebih dari cukup untuk mengindikasikan satu hal penting bagi dinamika politik elektoral di Indonesia; bahwa parpol akan melakukan segala cara untuk memenuhi persyaratan agar bisa berlaga di Pemilu 2024.
Tentu, salah satu alasan di balik betapa seriusnya parpol memenuhi persyaratan agar lolos verifikasi adalah agar ketika nantinya benar-benar terpilih, parpol jadi memiliki kekuasaan untuk mengakses sumber daya.
Adapun menurut amanat perundangan, sumber daya tersebut harus diolah sedemikian rupa agar nantinya bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat. Parpol, dengan demikian, dituntut untuk menjadi institusi yang bekerja secara substantif demi masyarakat.
Berangkat dari hal tersebut, pertanyaan lantas mengemuka. Mengingat jika terpilih nanti, parpol harus bekerja secara substantif untuk kesejahteraan rakyat, lalu mengapa parpol hanya harus menyiapkan persyaratan prosedural?
Lalu bagaimana dengan persyaratan substantif? Jika persyaratan prosedural saja bisa diupayakan sedemikian serius oleh parpol, lalu mengapa persyaratan substantif tidak dituntut demikian?
Persyaratan substantif lantas mengacu pada fungsi-fungsi parpol di luar konteks prosedural. Alias fungsi-fungsi yang mesti dilakukan parpol dalam konteks politik yang lebih komprehensif.
Miriam Budiardjo, dalam bukunya “Partisipasi dan Partai Politik Sebuah Bunga Rampai” telah menyampaikan bahwa, setidak-tidaknya, parpol didirikan untuk enam fungsi, yaitu untuk menjadi komunikator politik, artikulator kepentingan, aggregator kepentingan, pelaku sosialisasi politik, rekruiter politik dan pengatur konflik.
Keenam fungsi tersebut, jika dilihat secara jeli, menuntut parpol untuk menjadi lembaga politik yang substantif.
Fungsi komunikator politik mengharuskan parpol memiliki cukup kemampuan untuk menjadi penengah antara negara dengan kebijakannya yang super power dan masyarakat dengan kepentingannya yang organik.
Fungsi artikulator, parpol harus memiliki cukup kemampuan untuk mengerucutkan kepentingan masyarakat yang demikian bervariasi.
Sementara aggregator, menuntut parpol untuk mampu melakukan pengelompokkan kepentingan masyarakat, baik yang senada maupun yang tidak senada.
Selanjutnya, fungsi sosialisator politik menugaskan parpol untuk menyebarluaskan nilai-nilai politik yang secara eksisting sedang dianut.