JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bidang Penyuluhan Beka Ulung Hapsara mengungkapkan alasan Komnas HAM baru membentuk tim Ad Hoc setelah kasus kematian Munir mendekati kedaluwarsa pada 7 September 2022.
Beka mengatakan, Komnas HAM harus mengikuti tahap penyelidikan pelanggaran HAM sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Komnas HAM, kata Beka, tidak bisa langsung memulai lewat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, karena tidak boleh langsung mengindikasikan suatu kasus sebagai pelanggaran HAM berat.
"Untuk menentukan ini pelanggaran HAM berat pakai UU 26 Tahun 2000 itu tentang pengadilan HAM. Kemarin saya dan teman2 baru bekerja dengan UU 39 Tahun 1999, karena tahapannya begitu, kan tidak bisa ujug-ujug (menggunakan UU 39/2000) diputuskan ini ada indikasi pelanggaran HAM berat, enggak bisa. Harus dikaji dulu, mengumpulkan keterangan, kemudian dibentuk tim Ad Hoc," kata Beka saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Senin (15/8/2022) malam.
Baca juga: Komnas HAM Bentuk Tim Ad Hoc Kasus Munir, Apa Saja Tugasnya?
Beka juga menjelaskan, Komnas HAM memutuskan membentuk tim Ad Hoc bukan karena mendekati kedaluwarsa penuntuntan pidana dalam pembunuhan Munir sesuai batas waktu 18 tahun penyelesaian sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Komnas HAM melanjutkan proses penyelidikan karena merespons permintaan masyarakat sipil yang ingin menentukan nasib dari kasus Munir.
"Jadi enggak ada kaitannya dengan daluwarsa," kata Beka.
Karena kasus pelanggaran HAM berat, ucap Beka, tidak akan berpengaruh dengan masa kedaluwarsa penuntutan pidana.
Baca juga: Imparsial Minta Pemerintahan Jokowi Segera Ungkap Pelanggaran HAM Kasus Munir
Bila kasus tersebut ditetapkan sebagai pelanggaran HAM berat, maka penuntutan pidana atas kasus Munir tidak memiliki batas kedaluwarsa.
Namun Beka menegaskan, saat ini Komnas HAM belum pada kesimpulan apakah pembunuhan Munir bisa diketagorikan sebagai pelanggaran HAM berat.
Itulah sebabnya Komnas HAM membentuk tim Ad Hoc untuk mementukan apakah kasus Munir bisa dikategorikan pelanggaran HAM berat atau tidak.
"Dari situ (hasil penyelidikan tim Ad Hoc) kemudian disimpulkan apakah satu peristiwa ddisebut pelanggaran HAM berat atau tidak," ucap Beka.