JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah kejanggalan yang menyelubungi kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo sedikit demi sedikit mulai terkuak.
Hari ini, tepat 30 hari setelah Brigadir J dinyatakan meninggal dunia, penanganan kasus tersebut menunjukkan beberapa kemajuan.
Baca juga: Runtutan Kasus Tewasnya Brigadir J hingga Ferdy Sambo Diamankan ke Mako Brimob
Di antaranya soal teka teki rekaman CCTV yang hilang, keganjilan Bharada E atau Richard Eliezer yang disebut ahli menembak, hingga dugaan penghilangan barang bukti, yang mulai terkuak.
Kompas.com mencatat perjalanan kasus meninggalnya ajudan di rumah dinas jenderal polisi bintang dua, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Kasus ini mulai menjadi sorotan ketika pihak keluarga mengungkap sejumlah keganjilan atas kematian Brigadir J.
Baca juga: Pengacara: Bharada E Sudah Lebih Lega, Keterangannya Dicatat dalam BAP
Secara resmi, kasus ini diumumkan ke publik pada 12 Juli di Polres Metro Jakarta Selatan.
Kapolres Metro Jaksel Kombes Budhi Herdi Susianto menyebut, Brigadir J tewas setelah terlibat baku tembak dengan ajudan Sambo lainnya yang kemudian diketahui bernama Bharada E.
Menurut Budhi, peristiwa tersebut terjadi pada Jumat 8 Juli sore. Saat itu, Brigadir J diduga melecehkan dan mengancam dengan senjata kepada istri Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
Teriakan Putri membuat Brigadir J panik dan keluar kamar. Saat ditanya Bharada E, Brigadir J justru melepaskan tembakan.
Baca juga: Kapolri Tahu Oknum Polisi yang Ambil CCTV Rusak di Sekitar Rumah Ferdy Sambo
Baku tembak terjadi dan menewaskan Brigadir J. Menurut Budhi, Bharada E menggunakan senjata api Glock dengan magasin 17 peluru dan melepaskan 5 peluru.
Budhi juga menyebut kamera CCTV di rumah Sambo rusak. Menurutnya kamera itu rusak dua minggu sebelum peristiwa itu terjadi.
Sore hari setelah Budhi mengumumkan rilisnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggelar konferensi pers.
Sigit menyatakan, Mabes Polri membentuk Tim Khusus (Timsus) untuk mengusut kasus tersebut dan meluruskan informasi yang simpang siur di publik terkait kematian Brigadir J.
Baca juga: Komnas HAM Belum Bisa Meyakini soal Dugaan Pelecehan Brigadir J terhadap Istri Ferdy Sambo
Tim tersebut dipimpin langsung Wakil Kapolri Komjen Gatot Eddy Pramono didampingi sejumlah jenderal bintang tiga lainnya yakni, Kabareskrim Komjen Agus Andrianto, Irwasum Agung Budi Maryoto, Kabaintelkam Komjen ahmad Dofiri, dan As SDM Irjen Wahyu Widada.
Selain membentuk Timsus, Mabes Polri juga mengajak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusut kasus ini.
Komnas HAM kemudian menyatakan, akan melakukan penyelidikan sendiri sesuai ketentuan undang-undang.
Sementara itu, keluarga Brigadir J di Jambi, mengaku dilarang polisi membuka peti jenazah dan memeriksa kondisi tubuh anak mereka.
Baca juga: Pengacara Sebut Bharada E Tak Punya Motif Bunuh Brigadir J, tetapi Ada Perintah
Setelah bernegosiasi hanya keluarga inti yang mendapat izin melihat jenazah itu.
Keluarga juga mengaku mengalami peretasan hingga didatangi ratusan polisi yang membuat mereka ketakutan.
Pihak keluarga Brigadir J juga mengungkap sejumlah luka yang diduga bukan disebabkan tembakan. Beberapa luka diduga lebam hingga sayatan.
Belakangan, mereka meminta jenazah Brigadir J diotopsi ulang.
Beberapa waktu setelah memeriksa sejumlah informasi yang beredar di publik, Komnas HAM kemudian bergerak menemui keluarga Brigadir J di Jambi pada 16 Juli.
Baca juga: Profil Brigjen Hendra Kurniawan, Karo Paminal yang Dinonaktifkan karena Kasus Kematian Brigadir J
Komnas HAM mengantongi sejumlah informasi mengenai dugaan intimidasi yang menimpa keluarga Brigadir J.
Keluarga juga menyebut pada tubuh Brigadir J ditemukan sejumlah luka di bagian mata, hidung, bibir, belakang telinga, dan kaki kanan.
Keluarga Laporkan Pembunuhan Berencana
Keluarga Brigadir Yosua atau J resmi melaporkan dugaan pembunuhan berencana ke Bareskrim Polri pada 18 Juli.