JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 23 Juli 2001, Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dimakzulkan dari tampuk kekuasaan.
Gus Dur dilengserkan dari jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI selaku lembaga tertinggi negara saat itu melalui Sidang Istimewa.
Padahal, dia baru menjabat sebagai presiden selama 21 bulan, terhitung sejak 20 Oktober 1999.
Baca juga: Air Mata Gus Dur Mengalir sebelum Terbitkan Dekrit
Pencopotannya itu adalah puncak konflik antara istana dengan parlemen ketika itu.
Konflik kedua lembaga itu merambat hingga ke tengah masyarakat.
Ribuan santri berbondong-bondong datang ke Jakarta dari berbagai daerah untuk membela Gus Dur.
Di sisi lain, kelompok penentang Gus Dur juga tak kalah banyaknya menyemut di jalanan menuntut Sang Presiden turun tahta.
Jakarta siaga. Tank-tank disiagakan, hingga ada kabar moncong tank diarahkan ke istana.
Nuansa haru juga mewarnai momen tersebut tatkala Gus Dur tak kuasa menahan air matanya saat menerbitkan Dekrit Presiden yang membuat parlemen murka.
Baca juga: Surat Sakti Lurah Gambir yang Buat Gus Dur Tinggalkan Istana
Air mata Gus Dur mengalir bukan karena kekuasaan mantan Ketum PBNU itu sudah di ujung tanduk.
Ketika itu, Gus Dur menangis karena merasa tak berterus terang kepada para ulama hingga akhirnya para ulama terpaksa sibuk mengurus politik jelang pelengserannya.
Kisah detik-detik lengsernya Gus Dur diceritakan kembali oleh orang-orang terdekatnya, Inayah Wahid (putri keempat Gus Dur) dan Wahyu Muryadi (eks Kepala Protkoler Istana era Gus Dur).
Saksikan tayangan lengkapnya dalam Gaspol Spesial: Siapa di Balik Lengsernya Gus Dur?
Ikuti pula kisah-kisah menarik lainnya dalam liputan khusus Kompas.com "Jejak Lengsernya Gus Dur".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.