JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan penyelewengan sumbangan yang dikelola Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) merambah hal baru.
Lembaga itu ditengarai turut memangkas dana bantuan bencana alam.
Perkara dugaan penyelewengan sumbangan oleh ACT itu saat ini ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Akan tetapi, dugaan ACT memotong dana untuk bantuan bencana alam disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK).
Menurut Muhadjir, indikasi itu berdasarkan temuan Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Sosial.
Ada indikasi dia juga mengambil dana-dana untuk bantuan bencana alam itu dengan jumlah tertentu," ujar Muhadjir di Istana Kepresidenan, Senin (1/8/2022).
Baca juga: Penahanan 4 Tersangka ACT dan Dugaan Hilangkan Barang Bukti
Muhadjir menjelaskan, berdasarkan aturan pihak pengumpul dan pengelola dana untuk bencana alam tak boleh mengambil sepeser pun.
"Untuk bencana alam itu harus nol (potongan)," tegasnya.
Muhadjir melanjutkan, temuan lain yang diperoleh Irjen Kemensos juga mengungkapkan ACT mengambil biaya operasional di atas batas ketentuan yang seharusnya.
"Jejak ketemu, dia sendiri mengakui bahwa dia telah mengambil biaya untuk operasional itu di atas yang seharusnya, 10 persen dia ambil 13,6 persen," lanjutnya.
Dalam proses penyidikan Bareskrim, mereka menemukan dugaan sejumlah penyimpangan yang dilakukan ACT.
Salah satunya, penyidik Bareskrim Polri menemukan dugaan penyalahgunaan uang hibah dari ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Baca juga: Polri Tahan 4 Tersangka Kasus Penyelewengan Dana ACT
Uang para ahli waris korban yang diduga diselewengkan itu sebesar Rp 34 miliar, dari total Rp 137 miliar yang diberikan Boeing.
Padahal para ahli waris itu mempercayakan ACT untuk mengelola uang hibah dari Boeing.
Hasil penyidikan memperlihatkan dana dari Boeing itu diduga diselewengkan untuk berbagai macam hal, mulai dari pengadaan truk, pembangunan pesantren, bahkan operasional koperasi.