JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menduga, jika Prabowo Subianto mencalonkan diri sebagai presiden di Pemilu 2024, dia akan menggandeng sosok yang menguasai basis suara Jawa Timur.
Pasalnya, pada Pemilu 2014 dan 2019 lalu, Ketua Umum Partai Gerindra itu kalah telak di Jatim.
Sementara, Jatim menjadi provinsi kedua dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.
"Kebutuhan utama Gerindra sebenarnya adalah penguasaan basis elektoral Jawa Timur sebagai penentu kemenangan dalam Pilpres," kata Umam kepada Kompas.com, Kamis (28/7/2022).
Baca juga: Koalisi Gerindra-PKB, Siapa Pikat Prabowo buat Jadi Cawapres pada 2024?
Dengan kebutuhan tersebut, menurut Umam, Prabowo punya dua alternatif. Pertama, menggandeng tokoh representasi politik Nahdlatul Ulama (NU).
Sebagai tempat kelahiran NU, warga Nahdliyin banyak tersebar di Jatim. Oleh karenanya, menggandeng tokoh NU dinilai bakal menguntungkan Prabowo.
Alternatif lainnya, Prabowo maju dengan cawapres yang punya akar politik kuat di Jatim, misalnya representasi Partai Demokrat.
Namun, mengingat Gerindra punya rencana berkoalisi dengan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di pemilu kelak, Umam memprediksi, cawapres Prabowo berasal dari kalangan NU.
"Yang diinginkan Gerindra adalah mendapatkan nama cawapres yang benar-benar bisa mengonsolidasikan basis suara Nahdliyin," ujarnya.
Jika cawapres Prabowo datang dari kalangan Nahdliyin dan terafiliasi dengan PKB, Umam menduga, ada dua nama yang bakal mencuat, antara Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Prawansa.
Baca juga: PKB Siap Cak Imin jadi Cawapres jika Berkoalisi dengan Gerindra
Menurut dia, alih-alih Muhaimin, Gerindra akan cenderung melirik Khofifah. Salah satu sebabnya, Khofifah lebih menguasai basis pemilih loyal NU, khususnya di kalangan ibu-ibu.
Kalangan Nahdliyin ini umumnya tergabung dalam jaringan Muslimat, Fatayat, maupun alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) atau Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
"Semua itu diharapkan bisa menjadi trade off atau pertukaran kekuatan pemilih, sebagai pengganti atas kekuatan dukungan yang hilang atau setidaknya menurun secara signifikan dari basis dukungan kelompok muslim di wilayah Sumatera, Jawa Barat, NTB dan lainnya di 2024 mendatang," ujar Umam.
Namun demikian, Umam mengatakan, upaya menyandingkan Prabowo dengan Khofifah berpotensi terganjal oleh sejumlah realitas politik.
Pertama, Khofifah tidak memilik rumah politik yang jelas. Kendati punya kedekatan sejarah dengan partai Islam seperti PKB dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), mantan Menteri Sosial itu justru diusung oleh Demokrat dan Golkar di Pilkada Jatim 2018.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.