JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal praperadilan Hendra Utama Sutardodo menilai, tidak ada konflik kepentingan Bambang Widjojanto menjadi kuasa hukum mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming untuk menghadapi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Bendahara Umum (Bendum) Pengurus Besar Nahdlatul (PBNU) itu sebelumnya mengajukan praperadilan lantaran ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu tahun 2011.
Hal itu disampaikan hakim sebagai pertimbangan atas keberatan pihak KPK selaku pemohon yang menolak mantan komisionernya menjadi kuasa hukum termohon.
Baca juga: Praperadilan Mardani Maming Ditolak, KPK Lanjutkan Penyidikan
Menurut hakim, Bambang tidak lagi menjabat pimpinan KPK dan telah mengundurkan diri dari Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta.
"Bambang Widjojanto tidak lagi menjabat pimpinan KPK dan telah mengundurkan diri dari TGUPP, maka tidak terdapat konflik kepentingan," ujar hakim saat membacakan putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (27/7/2022).
Dalam pertimbangan praperadilan ini, hakim juga menolak permohonan pihak Maming mengenai kasus yang diajukan praperadilan merupakan transaksi bisnis alias bukan tindak pidana korupsi.
Baca juga: Sekjen PDI-P Minta Mardani Maming Kooperatif dan Taati Proses Hukum di KPK
Hakim berpendapat, permohonan pemohon telah masuk ke dalam pokok perkara yang harus diperiksa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Terkait perkara yang disebut berkaitan dengan bisnis atau bukan tindak pidana korupsi, hal itu sudah masuk ke dalam pokok perkara," papar hakim.
"Hakim praperadilan tidak memiliki kewenangan memeriksa materi perkara tindak pidana korupsi," terangnya.
Selain itu, dalam pertimbangannya, hakim juga berpendapat bahwa petitum yang diajukan oleh pihak Maming prematur, tidak jelas, dan kabur.
Baca juga: Kuasa Hukum Mardani Maming Tuding KPK Sabotase Praperadilan
"Mengingat perkara masih dalam tahap penyidikan, proses penyidikan masih berlanjut hingga putusan ini dibacakan dengan memeriksa sejumlah saksi, maka permohonan adalah prematur," ujar hakim.
"Petitum yang diajukan oleh pemohon adalah prematur, tidak jelas dan kabur. Oleh karena itu harus dinyatakan ditolak atau setidak-tidaknya tidak dapat diterima,” kata dia.
Hendra pun menjelaskan soal kewenangan hakim sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 angka 10 Jo Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Baca juga: Soal Mardani Maming Buron KPK, Masinton: Jangan yang Buruk-buruk Dikaitkan PDI-P
Pada pokoknya, hakim berwenang memeriksa sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan tersangka; sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka.
"Tidak tepat dan tidak beralasan hukum apabila hakim tunggal dalam perkara a quo memeriksa perkara yang telah masuk ke dalam pokok perkara," kata hakim.
"Mengadili, menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ucap hakim membacakan putusan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.