JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Sandrayati Moniaga berharap Revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) bisa memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
Selain itu, revisi UU ITE juga diharapkan dapat memberikan keadilan bagi masyarakat termasuk untuk penyelenggara teknologi informasi.
“Walaupun UU ITE dibentuk atas dasar kebutuhan regulasi, kita semua tahu nyatanya keberadaan UU ini menimbulkan berbagai bentuk pelanggaran hak berekspresi sejak disahkannya pada tahun 2008,” kata Sandra dalam webinar, Rabu (27/7/2022).
Baca juga: Pimpinan DPR: Pembahasan Revisi UU ITE Tunggu Komisi I Selesaikan RUU PDP
Sandra mengatakan, Komnas HAM mempunyai fungsi dan kewenangan untuk melakukan pengkajian dan penelitian terhadap sebuah regulasi.
Atas dasar hal itu, Komnas HAM kemudian melakukan pengkajian dan penelitian terhadap UU ITE.
“Jadi memang didasarkan kewenangan kami dan didasarkan kebutuhan atau realitas sosial sekarang ini,” ujar dia.
Dalam kajiannya, tim peneliti menyebut bahwa UU ITE sejauh ini belum mencantumkan prinsip-non-diskriminasi.
Anggota tim pengkajian UU ITE Universitas Muhammadiyah Malang, Cekli S Pratiwi menyebut prinsip non-diskriminasi penting dicantumkan untuk kepentingan HAM setiap warga negara.
“Kami berpandangan prinsip non-diskiriminasi adalah prinsip yang sangat penting dalam perlindungan HAM,” kata Cekli.
Ia menyatakan prinsip non-diskriminasi mesti dicantumkan agar kelompok minoritas juga tidak menjadi sasaran.
Selain itu, Cekli juga menilai bahwa RUU ITE belum memuat secara eksplisit mengenai norma pembatasan hak kebebasan berekspresi yang sah, profesional, dan tanpa diskiriminasi.
Menurutnya, norma pembatasan ini sangat penting dihadirkan.
Sebab, jika tidak adanya norma pembatasan yang jelas, hal ini akan menjadi alat bantu bagi penegak hukum untuk menentukan mana laporan yang harus ditindaklanjuti dan mana yang tidak ditindaklanjuti.
“Karena sebenarnya dalam norma pembatasan itu ada tes, kalau tes pertama tidak memenuhi, maka harus dibebaskan,” jelas dia.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan, Presiden Joko Widodo sudah mengirimkan surpres ke DPR terkait revisi UU ITE pada 16 Desember 2021.