JAKARTA, KOMPAS.com - Hubungan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dengan Megawati Soekarnoputri tak selamanya harmonis.
Ketika Gus Dur jadi presiden dan Mega wakilnya, pertengkaran sesekali mewarnai keduanya.
Sebelum memimpin pemerintahan pun, Gus Dur dan Mega juga sempat renggang karena dinamika pencalonan presiden.
Ini lika-liku kisah Gus Dur dan Megawati sebelum dan ketika duduk di tampuk tertinggi kekuasaan RI.
Baca juga: Gus Dur dan Poros Tengah, Mesra di Awal dan Runyam di Akhir
Jelang Pemilu 1997, hubungan Gus Dur dan Megawati sempat memanas.
Ini bermula dari safari politik suami Sinta Nuriyah itu ke berbagai daerah. Dalam kesempatan tersebut, dia kerap menggandeng Siti Hardijanti Rukmana alias Mbak Tutut, putri sulung Presiden Soeharto.
Gus Dur membawa Tutut masuk ke kantong-kantong massa Nahdlatul Ulama seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, hingga Lampung. Dia juga memberi angin bagi Tutut untuk menarik warga Nahdliyin agar memilih Golkar.
Sementara, Megawati kala itu menyerukan ke para pendukungnya untuk golput, tak memilih pada Pemilu 1997.
Baca juga: Disanjung lalu Dijatuhkan, Kisah Gus Dur Dilengserkan MPR 21 Tahun Lalu
Akibatnya, Gus Dur kebakaran jenggot. Dia juga mengecam pernyataan Megawati. Dari sinilah hubungan keduanya menegang.
Namun, sikap Gus Dur yang mengecam pernyataan Mega justru mengundang antipati dari kalangan prodemokrasi. Gus Dur dicoret dari jajaran tokoh prodemokrasi.
Tak hanya itu, kedekatannya dengan Tutut berimbas pada sikap tegas Gus Dur membiarkan Megawati berjuang sendirian di pemilu.
Namun, sebagaimana ungkapan politisi, tak ada lawan dan kawan politik abadi. Begitu pula dengan Gus Dur dan Mega.
Meski sempat bersitegang, tak lama, hubungan keduanya kembali cair. Bahkan, Gus Dur dan Mega tampak "mesra" jelang era Reformasi.
Saat itu, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) belum lahir. Oleh karenanya, Gus Dur mempersilakan warga NU memilih PDI-P pimpinan Mega.
Keduanya bahkan sempat mengikat janji untuk saling mendukung menjadi calon presiden keempat.