JAKARTA, KOMPAS.com - Hubungan antara Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur dengan koalisi Poros Tengah memang mesra di awal. Namun, akhirnya koalisi itu juga yang berbalik dan mendepak Gus Dur dari kekuasaan.
Koalisi Poros Tengah yang digagas Amien Rais berjasa memenangkan Gus Dur dalam pemilihan presiden di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada 20 Oktober 1999.
Mulanya tidak ada yang menyangka sosok Gus Dur bakal dijagokan sebagai calon presiden, melawan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri dan Bacharuddin Jusuf Habibie.
Apalagi saat itu pamor Megawati sedang berada di puncak karena dinilai merupakan lawan politik utama Presiden Suharto dan rezim Orde Baru.
Selain itu, PDI-P merupakan pemenang pemilihan legislatif 1999 dengan 34.000.000 suara atau hampir 34 persen.
Baca juga: Gus Dur: Tak Ada Jabatan yang Layak Dipertahankan dengan Pertumpahan Darah
Akan tetapi, sikap Amien Rais yang mulanya juga mendukung Megawati justru berbalik dengan membentuk Poros Tengah yang berisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan (PK), dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Alasan Poros Tengah menolak mengusung Megawati sebagai calon presiden saat itu adalah persoalan gender.
Di sisi lain, Gus Dur menilai jika aspirasi politik PDI-P untuk mengusung Megawati dihambat maka bisa timbul konflik baru karena partai itu merupakan pemenang Pemilu.
Maka dari itu Gus Dur membujuk Megawati untuk mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.
Akhirnya keduanya memenangkan voting di MPR dan dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Setelah berjalan, pemerintahan Gus Dur mulai digoyang dengan berbagai persoalan.
Persoalan itu bermacam-macam, mulai dari Gus Dur yang dituduh korupsi dalam skandal Buloggate dan Bruneigate yang tak pernah terbukti.
Persoalan lainnya adalah kebijakan Gus Dur yang mengizinkan pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua dengan syarat lebih rendan dari bendera Merah Putih. Hal itu membuat hubungannya dengan para petinggi Polri dan TNI merenggang.
Persoalan lainnya dalah keputusan Gus Dur yang mencopot Jusuf Kalla (JK) dari posisi Menteri Perdagangan dan Perindustrian, serta Laksamana Sukardi dari posisi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Saat itu JK dan Laksamana Sukardi dinilai merupakan anak emas partai masing-masing, yakni Partai Golkar dan PDI-P.
Baca juga: Air Mata Gus Dur Mengalir sebelum Terbitkan Dekrit