ISTILAH paradiplomasi pertama kali dikenalkan oleh ilmuwan Basque country – Panayotis Soldatos tahun 1980, yakni merupakan penggabungan dari istilah paralel dan diplomasi.
Menurut Soldatos, istilah paradiplomasi menggambarkan aktivitas luar negeri yang dilakukan oleh aktor non-negara, salah satunya pemerintah daerah (pemda).
Di era pra-perang dingin, umumnya negaralah yang melakukan aktivitas hubungan internasional, salah satunya menjalin hubungan diplomatik.
Namun pascaperang dingin, aktor non-negara mulai bermunculan dan terlibat dalam aktivitas hubungan internasional. Misalnya, pemerintah daerah, pengusaha, pemuka agama, akademisi, dan masyarakat umum.
Jika negara dalam hal ini Presiden dan pejabat tinggi melakukan hubungan internasional yang tergolong high politics, misalnya, politik internasional, perdagangan internasional, keamanan dan pertahanan, maka aktivitas yang dilakukan oleh aktor non-negara umumnya bersifat low politics. Misalnya, perdagangan lintas batas, promosi wisata lokal, dan kampanye penyelamatan lingkungan.
Aktivitas hubungan internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebenarnya sudah terjadi sebelum istilah paradiplomasi dikenalkan tahun 1980.
Para sarjana dari Amerika Serikat (AS) mendeteksi aktivitas ini sejak tahun 1950-an di mana negara bagian Selatan AS menjalin hubungan dagang dengan beberapa provinsi di Kanada yang berbatasan dengan AS.
Adapun aktivitas yang dilakukan adalah memperluas perdagangan regional dan diplomasi menarik investasi asing.
Pada tahun 2000-an ketika para sarjana politik dan hubungan internasional telah mengkristalisasi paradiplomasi dalam kerangka konseptual yang kokoh dan mengkategorikannya sebagai subdisiplin ilmu politik kontemporer, barulah paradiplomasi banyak dikenal, dipelajari, dan dipraktikkan.
Tahun 2000-an juga, aktivitas luar negeri oleh aktor non-negara, khususnya pemda mulai beragam. Mulai dari membuka kantor perwakilan di luar negeri dengan misi perdagangan, terlibat sebagai pengamat atau anggota dalam organisasi regional dan global, hingga membuka hubungan bilateral antarpemerintah daerah atau dengan negara.
Sedangkan alasan pemda melakukan paradiplomasi juga beraneka ragam. Diawali dengan keinginan menambah pendapatan daerah melalui perluasan pasar ke luar negeri, menarik investasi asing, dan mencari bantuan asing (foreign aid).
Lalu peningkatan kualitas SDM melalui kerjasama pendidikan dan transfer teknologi hingga upaya mencari dukungan internasional untuk memerdekakan diri, yang mana fenomena ini disebut oleh Noé Cornago – seorang pakar paradiplomasi sebagai “protodiplomasi.”
Di Indonesia, praktik paradiplomasi mulai berkembang pascaberakhirnya era otoriter Presiden Suharto.
Terdapat banyak regulasi yang mengatur paradiplomasi. Mulai dari UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri sampai Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerja Sama Daerah Dengan Pemerintah Daerah Di Luar Negeri Dan Kerja Sama Daerah Dengan Lembaga Di Luar Negeri.
Meskipun praktik paradiplomasi diizinkan oleh pemerintah pusat – perlu kita ingat Indonesia adalah negara kesatuan. Oleh karena itu, praktik paradiplomasi tidak bisa dilakukan secara leluasa seperti yang terjadi di negara federal pada umumnya.