JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang diajukan Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra dan mantan Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah M Sirajuddin Syamsuddin atau Din Syamsuddin.
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 34/PUU-XX/2022 itu juga diajukan oleh tiga pemohon lain yang merupakan akademisi. Mereka adalah Nurhayati Djamas, Didin S Damanhuri dan Jilal Mardhani.
"Mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar ketua MK Anwar Usman dalam persidangan, Rabu (20/7/2022).
Baca juga: MK Tolak Uji Materi UU IKN yang Diajukan Abdullah Hehamahua dkk
Adapun UU IKN ini juga digugat oleh 12 pemohon yang tergabung dalam Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN).
Permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 25/PUU-XX/2022 diajukan oleh mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hemahua itu terdiri dari berbagai unsur masyarakat, kalangan purnawirawan TNI, politisi, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan tokoh agama.
Mereka adalah Marwan Batubara, Muhyiddin Junaidi, Letjen TNI Mar (Purn) Suharto, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Taufik Bahaudin, Syamsul Balda, Habib Muhsin Al Attas, Agus Muhammad Maksum, M Mursalim R, Irwansyah dan Agung Mozin
Dalam putusannya, MK menilai, survei yang menununjukan bahwa banyak responden menolak ibu kota pindah tidak bisa jadi dasar pertimbangan.
Baca juga: Duit Belum Cair, Teken Kontrak Pengembangan Lahan IKN Jadi Molor
Selain itu, permasalahan ekonomi akibat adanya pandemi yang dikaitkan dengan anggaran tidak berkorelasi dengan konstitusionalitas.
Mahkamah menilai, proses pembentukan RUU IKN sudah terbuka dan partisipatif.
Apalagi, DPR telah mengundang banyak pihak dalam rapat dengar pendapat dengan berbagai roadshow sosialisasi RUU yang mengundang tokoh masyarakat dan akademisi dari berbagai universitas di Indonesia.
"Fast track legislation merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dan DPR sebagai langkah yang dibolehkan. Oleh sebab itu alasan pemohon tidak beralasan menuut hukum," jelas hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih.
Adapun para pemohon menilai pembentukan UU IKN a quo tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Sayembara Desain IKN Rampung, Pembangunan Dimulai Tahun Ini
Selain itu, pembentukan IKN dianggap tidak melalui perencanaan yang berkesinambungan.
Menurut mereka, hal ini terlihat dari dokumen perencanaan pembangunan, regulasi, keuangan negara dan pelaksaan pembangunan yang tidak tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019 serta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, 2021 dan 2022.
Lebih lanjut, pembentukan UU IKN menurut para pemohon dinilai hanya mendengarkan pendapat ahli dan narasumber untuk memenuhi kriteria pemenuhan hak untuk didengar atau right to be heard.
Selain itu, dalam penyusunan UU IKN DPR jelas tidak mempertimbangkan pendapat masyarakat atau right to be considered dan memberikan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang disampaikan masyarakat atau right to be explained.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.