JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan penyuap bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin, Muara Perangin-angin, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, hari ini, Senin (18/7/2022).
Muara dihadirkan sebagai saksi kasus suap kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara tahun 2020-2022.
Pemilik CV Nizhaki dan CV Sasaki itu merupakan terpidana dalam kasus ini. Muara divonis 2,5 tahun penjara lantaran menyuap Terbit.
“Muara Perangin Angin dihadirkan sebagai saksi,” ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada Kompas.com, Senin.
Baca juga: Penyuap Terbit Rencana Perangin-Angin Dituntut 2,5 Tahun Penjara
Selain Muara, KPK juga bakal menghadirkan tiga saksi lainnya yang merupakan wiraswasta di Kabupaten Langkat. Mereka adalah Riki Sapariza, Thomas Saputra dan Yudi Gunawan.
Dalam perkara ini, Terbit Rencana Perangin Angin didakwa menerima suap senilai Rp 572.000.000 dari Muara Perangin-Angin.
Jaksa KPK menyebut, penerimaan suap itu dilakukan melalui empat orang kepercayaan Terbit yaitu, kakak kandungnya Iskandar Perangin Angin, serta tiga orang kontraktor yaitu Marcos Surya Abdi, Isfi Syahfitra dan Shuhanda Citra.
“(Pemberian suap) disebabkan karena (Terbit) telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya,” kata jaksa di PN Tipikor Jakarta, Senin (13/6/2022).
Menurut jaksa, Terbit meminta commitment fee kepada Muara karena telah memenangkan tender 11 paket pekerjaan di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Dinas Pendidikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat pada 2021.
Pertama, empat paket pekerjaan jalan hotmix di Dinas PUPR dengan nilai proyek Rp 2,86 miliar. Kedua, lima paket pekerjaan penunjukan langsung Dinas PUPR senilai Rp 940.558.000.
“Lalu dua paket pembangunan sekolah SMP di Dinas Pendidikan dengan nilai total pekerjaan sejumlah Rp 940.558.000,” papar jaksa.
Dalam dakwaan jaksa tertulis, perusahaan milik Muara yang mengerjakan proyek tersebut adalah CV Nizhami dan CV Sasaki.
Perusahaan-perusahaan yang menjadi kolega Terbit itu diberi istilah Grup Kuala dan proyek yang mesti dimenangkannya memiliki kode "Daftar Pengantin".
Berbagai perusahaan dalam Grup Kuala, lanjut jaksa, wajib memberi upeti senilai 15,5 persen hingga 16,5 persen.
Tetapi, Muara meminta keringanan melalui Marcos agar hanya memberi commitment fee sebesar 15,5 persen.