Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Sebut Infrastruktur Indonesia Buruk Dampak dari Korupsi

Kompas.com - 30/06/2022, 20:09 WIB
Irfan Kamil,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan bahwa kualitas infrastruktur di Indonesia sangat buruk akibat korupsi dan potongan-potongan saat dilakukan tender, penganggaran hingga pelaksanaan sebuah proyek.

Hal itu, disampaikan Alex dalam pembekalan antikorupsi bagi Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang dan 54 pengurus Partai dalam program politik cerdas berintegritas (PCB) terpadu di Gedung Pusat Edukasi AntiKorupsi KPK, Kamis (30/6/2022).

"Jika suatu proyek kegiatan itu nilainya 100 di dalam kontrak, (kemudian) dipotong pajak 10 persen, untuk fee taruhlah 10 persen, tingkat keuntungan 10 persen, kemudian permintaan dari berbagai pihak, entah aparat dan sebagainya 10 persen. 40 persen itu sudah hilang," ungkap Alex.

Baca juga: Lagi, Emirsyah Satar Tersangkut dalam Pusaran Kasus Korupsi Garuda

"Jadi, kalau masuk ke proyek itu nilainya 60 itu katanya sudah bagus banget itu. (tetapi) rata-rata ya cuma 50. Bapak-ibu juga yang berasal dari daerah pasti sudah paham itu, sejauh mana sih kualitas infrastruktur kita, sangat-sangat jelek," ujarnya.

Mantan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu pun mengaku prihatin atas proyek infrastruktur yang buruk akibat adanya korupsi.

Menurutnya, salah satu faktor korupsi terjadi karena tingginya biaya politik untuk menjadi wakil rakyat ataupun kepala daerah.

Menurut Alex, biaya untuk menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun Gubernur butuh dana miliaran rupiah.

"Biaya politik kita itu mahal untuk menjadi anggota DPRD, DPR, bahkan kepala daerah, enggak ada yang gratis bapak ibu sekalian," ujar Alex.

"Kami melakukan survei, ya kepala daerah tingkat dua itu paling enggak harus menyediakan dana itu Rp 20-30 miliar. Gubernur itu di atas Rp 100 miliar," ucapnya.

Meskipun mahal, lanjut Alex, dana untuk maju dalam pemilihan umum (pemilu) bagi para calon wakil rakyat ataupun kepala daerah itu tidah hanya berasal dari kocek pribadi.

Di dalam aturan perundang-undangan, dana pihak-pihak yang maju di pemilu juga diperbolehkan berasal dari sponsor.

Baca juga: Emirsyah Satar dalam Dua Pusaran Kasus Korupsi Garuda Indonesia

Akan tetapi, lanjut dia, pemberian itu tidak gratis dan kerap ada timbal balik untuk mendapatkan proyek dan dipermudahnya perizinan setelah calon kepala daerah yang disponsori berhasil menduduki posisinya.

"Dari hasil survei kami maupun kementerian dalam negeri ada sponsor. Boleh dan dibolehkan itu sponsor. UU kan membolehkan, perusahaan menyumbang bahkan perorangan menyumbang," papar Alex.

"Tapi apakah sumbangan itu gratis? Oh ternyata tidak. Ada harapan dari penyumbang, apalagi yang menyumbang itu perusahaan, kontraktor di daerah," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

Nasional
Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup, Kaesang: Pilih Partai, Bukan Caleg

Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup, Kaesang: Pilih Partai, Bukan Caleg

Nasional
KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

KSAU Temui KSAL, Bahas Peningkatan Interoperabilitas dan Penyamaan Prosedur Komunikasi KRI-Pesud

Nasional
Pengamat Heran 'Amicus Curiae' Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Pengamat Heran "Amicus Curiae" Megawati Dianggap Konflik Kepentingan, Singgung Kasus Anwar Usman

Nasional
Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Sudirman Said Berharap Anies dan Prabowo Bisa Bertemu

Nasional
Marak 'Amicus Curiae', Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Marak "Amicus Curiae", Pakar: Jadi Pertimbangan Hakim MK untuk Gali Rasa Keadilan dalam Masyarakat

Nasional
Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Menpan-RB Setujui 40.839 Formasi CASN Kemensos demi Kuatkan Layanan Sosial Nasional

Nasional
Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Prabowo Disebut Sudah Minta AHY Berikan Nama Kader Demokrat untuk Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Pangkoarmada I Akan Buat Kajian agar Kapal Patroli yang Dibeli dari Italia Ditempatkan di Wilayahnya

Nasional
Pakar: 'Amicus Curiae' untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Pakar: "Amicus Curiae" untuk Sengketa Pilpres Fenomena Baru

Nasional
Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Densus 88 Polri Kembali Tangkap 1 Teroris Jaringan JI di Sulteng, Totalnya Jadi 8

Nasional
Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Yusril Tertawa Ceritakan Saksi Ganjar-Mahfud Bawa Beras 5 Kg untuk Buktikan Politisasi Bansos

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Jelang Putusan Sengketa Pilpres, Karangan Bunga Bernada Sindiran Muncul di MK

Nasional
Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Yusril Akui Sebut Putusan 90 Problematik dan Cacat Hukum, tapi Pencalonan Gibran Tetap Sah

Nasional
Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim 'Amicus Curiae' ke MK

Bukan Peserta Pilpres, Megawati Dinilai Berhak Kirim "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com