Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketegangan Hubungan PKB dengan PBNU Dinilai Bikin Partai Pikir-pikir untuk Koalisi

Kompas.com - 22/06/2022, 17:34 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menilai, ketegangan hubungan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpengaruh pada peta koalisi PKB untuk Pilpres 2024.

Menurut dia, partai politik akan mempertimbangkan situasi ini sebelum memutuskan berkoalisi dengan partai pimpinan Muhaimin Iskandar itu.

"Tentu hal ini berpotensi menjadi bahan pertimbangan partai-partai politik lain yang ingin berkoalisi dengan PKB," kata Umam kepada Kompas.com, Rabu (22/6/2022).

Baca juga: PKB Sebut Bentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya Bersama Gerindra

Umam menuturkan, selama ini, basis massa PKB mayoritas berasal dari kalangan Nahdliyin.

Jika hubungan Ketua Umum PBNU dan Ketua Umum PKB renggang, diprediksi suara PKB di pemilu bakal terkikis.

Atas situasi ini, menurut dia, wajar jika kemudian partai-partai mitra berpikir panjang untuk berkoalisi, lantaran menilai PKB tidak lagi sesolid 2019.

Pada pemilu periode lalu, basis massa pesantren yang terdiri dari para kiai hingga santri mendukung PKB dan menyukseskan pencalonan Maruf Amin sebagai calon wakil presiden.

"Renggangnya hubungan Ketum PKB dan Ketum PBNU memang berpotensi berdampak pada penurunan suara PKB. Friksi antarelite itu menyebabkan basis suara Nahdliyin tidak terkonsolidasi secara optimal seperti di Pemilu 2019," ujar Umam.

Baca juga: Gus Yahya Bantah Isu Hubungan PBNU dan PKB Renggang

Menurut Umam, hal ini pula yang kini sedang dipertimbangkan oleh Gerindra. Belum lama ini, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar dan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto telah mengumumkan kesepakatan kerja sama untuk Pemilu 2024.

PKB mengeklaim bahwa kesepakatan itu berupa pembentukan koalisi partainya dengan Gerindra. Sementara, Gerindra terkesan masih malu-malu dan belum tegas menyatakan terbentuknya koalisi.

"Alotnya keputusan koalisi hingga saat ini, keduanya hanya menanti momentum yang tepat untuk deklarasi, sambil menanti kepastian dinamika politik yang sarat ketidakpastian ini," kata Umam.

Kendati demikian, Umam menilai bahwa potensi Gerindra berkoalisi dengan PKB terbuka lebar.

Memang, kedua partai memiliki perbedaan besar dalam platform dan visi kebangsaan selama Pilpres 2014 dan 2019. Gerindra menikmati dukungan sayap Islam konservatif, sedangkan PKB mengonsolidasikan sayap Islam moderat berbasis Nahdliyin.

Namun, dengan agenda kepentingan yang didasarkan pada kalkulasi pragmatis, keduanya bisa menutupi perbedaan itu untuk bersama-sama menuju Pilpres 2024.

Menurut Umam, gabungan Gerindra dan PKB bisa langsung mencapai ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold yang mensyaratkan gabungan partai politik memiliki minimal 20 persen kursi dari jumlah total kursi di DPR untuk mengusung calon presiden dan wakil presiden.

Baca juga: Partai Gerindra dan PKB Sepakat Bangun Kerja Sama Hadapi Pemilu 2024

Jika kedua partai berkongsi di pilpres, maka hilangnya basis pemilih Islam pada figur Prabowo Subianto bisa digantikan oleh dukungan suara Nahdliyin yang dikonsolidasikan oleh PKB.

"Artinya, ada trade off di sana," ucap Umam.

"Dengan demikian, bergabungnya Gerindra-PKB bisa mewadahi agenda politik Prabowo dan Muhaimin untuk maju sebagai kontestan dalam Pilpres 2024 mendatang," tutur dosen Universitas Paramadina itu.

Adapun kabar ketegangan hubungan PKB dengan PBNU bermula dari pernyataan Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang menyebut bahwa PBNU tak boleh jadi alat politik partai.

Menjawab pernyataan itu, Cak Imin, begitu sapaan Muhaimin, mengatakan bahwa pernyataan Yahya Cholil Staquf tak berpengaruh pada 13 juta pemilih loyal PKB.

Baca juga: Klaim PKB soal Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya dan Gerindra yang Masih Malu-malu

Sementara, Yahya Cholil Staquf sempat membantah bahwa hubungannya dengan PKB merenggang.

Dia memang meminta partai politik tak menggunakan NU sebagai senjata berkompetisi politik. Namun, Yahya menegaskan larangan tersebut berlaku untuk semua partai politik.

“Jadi NU itu seluruh bangsa dan ndak boleh digunakan sebagai senjata untuk kompetisi politik. Karena kalau kita biarkan terus-terus begini, ini tidak sehat,” katanya di Kantor PBNU, Jakarta, Senin (23/5/2022).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Satkar Ulama Dukung Airlangga Jadi Ketum Golkar Lagi, Doakan Menang Aklamasi

Nasional
Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

Nasional
KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com