KOMPAS.com – Perceraian menjadi salah satu penyebab putusnya sebuah pernikahan.
Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan yang menunjukkan bahwa antara pasangan tersebut tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Lantas, apa saja alasan perceraian yang dapat diterima hakim menurut peraturan perundang-undangan?
Baca juga: Cara Menggugat Cerai Suami
Alasan perceraian menurut undang-undang
Salah satu ketentuan yang mengatur pernikahan adalah UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dikarenakan tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.
Harus ada alasan-alasan tertentu yang dapat dibuktikan dalam sidang pengadilan.
Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian menurut UU Perkawinan, yakni:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemauannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/istri;
- Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Baca juga: Cara Mengurus Cerai Tanpa Buku Nikah
Alasan perceraian menurut hukum Islam
Untuk pasangan yang beragama Islam, proses perceraian di Pengadilan Agama mengacu pula pada ketentuan khusus, yakni Kompilasi Hukum Islam.
Menurut Kompilasi Hukum Islam, perceraian dapat terjadi karena alasan:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain, di luar kemampuannya;
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
- Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
- Suami melanggar taklik talak atau perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi di masa yang akan datang;
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.
Selain itu, pelanggaran atas perjanjian perkawinan lainnya juga dapat menjadi alasan gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan Agama.
Referensi:
- UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 16 Tahun 2019
- Kompilasi Hukum Islam (KHI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.