JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan PTUN DKI Jakarta yang menguatkan putusan sebelumnya yang menolak gugatan atas pengangkatan Mayjen Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya dinilai sebagai tanda bahaya di masa depan terkait impunitas terhadap pejabat publik dengan rekam jejak pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
"Ini problem yang luar biasa. Nanti, apa pun keputusan Panglima TNI, walaupun nyata-nyata bertentangan dengan hukum, logika hukum, dan asas-asas pemerintahan yang baik, tidak bisa di-challenge," kata kuasa hukum penggugat, Alghiffari Aqsa, dalam jumpa pers, Jumat (17/6/2022).
Baca juga: Upaya Perlawanan atas Penunjukkan Untung Budiharto sebagai Pangdam Jaya Ditolak Hakim
Putusan tersebut menolak upaya perlawanan atas ditolaknya gugatan terkait pengangkatan Untung.
Sebelumnya, gugatan ini dilayangkan terhadap Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa karena Untung merupakan salah satu anggota Tim Mawar Kopassus yang terbukti bersalah dalam kasus Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998.
Menurut Alghiffari, putusan ini juga menyingkap kelemahan dalam hal tata negara.
Sebab, gugatan ini ditolak dengan pertimbangan, salah satunya, tidak adanya peraturan pelaksana/hukum acara untuk kasus-kasus administratif yang melibatkan militer.
"Ini mungkin terlalu berlebihan, tapi kami melihat ini justru mirip junta militer. Apa pun keputusan tentara atau militer tidak bisa di-challenge warga negara yang merasa haknya dilanggar," kata dia.
Ia juga menyebut bahwa putusan semacam ini justru mencerminkan bahwa Panglima TNI justru lebih digdaya ketimbang presiden sekalipun.
"Keputusan presiden bisa digugat, (keputusan) menteri bisa digugat, keputusan Panglima TNI tidak bisa di-challenge," kata dia.
"Ini problem yang sangat mendasar dan problem ketatanegaraan jadinya," ucap Alghif.
Baca juga: Kuasa Hukum Kecewa Gugatan terhadap Pangdam Jaya Mayjen Untung Ditolak
Ia mengapresiasi para penggugat yang telah berupaya memperjuangkan rasa keadilan bagi para korban.
Menurut dia, preseden ini menjadi momen untuk merevisi undang-undang supaya kasus-kasus tata usaha berkenaan dengan militer juga dapat diproses di PTUN.
"Bukan kalah secara substansi, tetapi dikalahkan secara prosedur karena tidak ada yang mau menerima (gugatan terhadap Panglima TNI)," kata dia.
Gugatan terhadap Andika Perkasa diajukan oleh keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998 bersama dengan Imparsial, YLBHI, KontraS, PBHI, LBH Jakarta, dan AMAR Law Firm & Public Interest Law Office.
Para penggugat menilai bahwa putusan ini sama saja dengan melestarikan praktik impunitas terhadap elite yang telah melakukan kejahatan, bahkan pelanggaran HAM.