JAKARTA, KOMPAS.com - Dana kelurahan tidak sepopuler dana desa, besarannya pun terbilang kecil jika dibandingkan dengan dana desa.
Namun, kehadiran dana kelurahan selama dua tahun, yakni pada 2019 dan 2020, dan kemudian menghilang sejak 2021, cukup menimbulkan polemik terkait hubungan keuangan pusat dan daerah.
Di balik itu, dilema juga muncul jika dihubungkan dengan pertumbuhan kota dan persepsi masyarakat.
Baca juga: Jokowi: Pemerintah dengan Persetujuan DPR Anggarkan Dana Kelurahan Rp 3 Triliun
Survei Litbang Kompas menunjukkan, keberadaan dana kelurahan masih banyak belum diketahui oleh publik.
Survei ini dilakukan 13-18 April 2022 terhadap responden berusia 17 tahun lebih yang dipilih secara acak dari responden panel Litbang Kompas pada 92 kota di 34 provinsi.
Baca juga: DPR Kabulkan Dana Kelurahan Rp 3 Triliun, Berlaku 2019
Lebih dari separuh (54,6 persen) warga perkotaan belum mengetahui keberadaan program pemberian dana untuk kelurahan yang diperuntukkan bagi pembangunan sarana dan prasarana kelurahan serta untuk pemberdayaan masyarakat.
Di kota luar Jawa, ketidaktahuan bahkan mencapai 58,8 persen.
Jika dibandingkan dengan dana desa yang sudah diketahui oleh sebagian besar (57,4 persen) penduduk desa, maka kurang diketahuinya dana kelurahan dapat menjadi indikasi masih lemahnya program ini tersosialisasikan.
Baca juga: Dilema Ganjar Pranowo: Bertubi Diserang PDI-P, Kini Dilirik Partai Lain
Padahal, pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu tujuan digulirkannya dana kelurahan.
Persoalan transparansi dana kelurahan menjadi ganjalan yang, jika dari awal tidak dilakukan dengan disiplin, akan dapat menimbulkan masalah persepsi.
Hasil survei memperlihatkan, 66,4 persen warga yang tinggal di kelurahan tidak pernah melihat atau mendengar laporan penggunaan dana kelurahan.