JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta tidak boleh lagi ada sengketa lahan. Menurut dia, sengketa lahan ini menimbulkan kekhawatiran investor
"Saya selalu menyampaikan berkali-kali perintahkan dan saya tegaskan kembali betapa pentingnya yang namanya sertifikat. Karena kalau kita lihat tumpang tindih pemanfaatan lahan ini harus semuanya diselesaikan," ujar Jokowi saat membuka puncak acara Gugus Tugas Reforma Agraria 2022 (GTRA Summit 2022) di Sulawesi Tenggara, Kamis (9/6/2022) sebagaimana disiarkan YouTube Sekretariat Presiden.
"Tidak boleh lagi ada sengketa lahan karena setiap saya ke daerah, setiap saya ke desa, setiap saya ke kampung selalu persoalan sengketa lahan, sengketa tanah selalu ada. Yang ini juga menimbulkan kekhawatiran pada investasi," kata dia.
Baca juga: Tipu Daya Investasi Alat Kesehatan Bodong Rp 65 Miliar, Janjikan Keuntungan 20 Persen Tiap Bulan
Jokowi kemudian menyampaikan, pada 2015, dari 126 juta warga yang seharusnya mendapat sertifikat lahan, baru 46 juta yang benar-benar memilikinya.
Dengan demikian, saat itu ada 80 juta warga Indonesia yang menempati lahan tetapi tidak memiliki hak hukum atas tanah atau tak punya sertifikat.
"Yang lebih menjengkelkan lagi justru yang gede-gede kita berikan. Ini yang saya ulang-ulang. Hak guna bangunan (HGB) 10.000 hektare, HGB 20.000 hektare, HGB 30.000 hektare diberikan," kata dia,
"Tapi begitu yang kecil-kecil, 200 meter persegi saja entah itu hak milik, entah itu HGB tidak bisa kita selesaikan. Inilah persoalan besar kita kenapa yang namanya sengketa lahan itu ada di mana-mana," ucap Jokowi.
Ia kemudian memeriksa sebenarnya persoalan apa yang menjadi penyebab lambannya penerbitan sertifikat lahan.
Baca juga: KPK Sita 8 Bidang Lahan Milik Bupati Nonaktif Probolinggo Puput Tantriana Sari
Presiden lantas menemukan, dalam satu tahun, hanya ada 500.000 sertifikat lahan yang diterbitkan pemerintah.
"Kalau kurangnya 80 juta, kalau setahun hanya mengeluarkan 500.000 sertifikat artinya masyarakat kita, penduduk kita yang memiliki lahan itu harus menunggu 160 tahun," ujar Jokowi.
"Kita haru sadar betul bahwa memang inilah persoalan dasarnya ada di sini. Setahun hanya 500.000 sertifikat," kata dia.
Baca juga: Sidang Pemalsuan Aset Keluarga Nirina Zubir, Saksi Mengaku Tak Kenal Notaris yang Urus Sertifikat
Oleh karena itu, pada 2015 dia memerintahkan Menteri ATR/BPN menyelesaikan pembagian 5 juta sertifikat untuk warga dalam satu tahun.
Kemudian, sejak 2015 target penerbitan sertifikat terus dinaikkan menjadi 7 juta hingga 9 juta per tahun.
"Saya cek, selesai. Artinya kita ini memang bisa melakukan, bisa mengerjakan tetapi tidak pernah kita lakukan. Melompat dari 500.000 ke 9 juta setahun nyatanya bisa," tutur Jokowi.
"Sehingga sampai sekarang ini dari 46 juta sudah naik menjadi 80,6 juta sertifikat hak milik (diterbitkan). Sekarang ada tambahan lagi karena di lapangan banyak persoalan yang khusus dan spesifik," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.