PADA triwulan I-2022, perekonomian Indonesia mampu tumbuh 5,01 (year on year/yoy). Hal ini merupakan catatan prestasi membanggakan di tengah penurunan kinerja ekonomi global yang ditandai dengan penyesuaian proyeksi pertumbuhan ekonomi global oleh IMF (International Monetary Fund) dari sebelumnya 4,4 menjadi 3,6 (yoy).
Mulai menggeliatnya ekonomi domestik tidak lepas dari peran berbagai pihak baik pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Kebijakan pelonggaran mobilitas telah mendorong optimisme masyarakat yang terlihat dari hasil survei Bank Indonesia (BI) yang menyatakan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) April 2022 sebesar 113,1 lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang hanya 111.
Baca juga: Membandingkan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia dengan Negara Lain
Di sisi produsen, kinerja manufaktur pada triwulan I-2022 mengalami perbaikan yang tercermin dari indikator Prompt Manufacturing Index Bank Indonesia (PMI-BI) sebesar 51,77 persen lebih baik dibandingkan dengan periode sebelumnya dan perbaikan tersebut diperkirakan masih terus berlanjut pada triwulan II-2022.
Namun, pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional yang menggembirakan tersebut masih perlu senantiasa dijaga. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang menurun dan situasi geopolitik yang penuh ketidakpastian.
Berdasarkan hasil asesmen IMF, terdapat tiga ancaman global yang akan berdampak pada perlambatan ekonomi nasional, yaitu: ketidakpastian pandemi Covid-19, inflasi di AS dan Eropa, dan perlambatan ekonomi Tiongkok.
Pandemi Covid-19 di seluruh dunia telah memicu terjadinya global imbalances. Negara dengan tingkat vaksinasi Covid-19 yang tinggi ekonominya akan pulih lebih cepat, demikian sebaliknya. Ketimpangan realisasi vaksinasi antar negara juga akan memicu munculnya varian baru virus Covid-19. Beragamnya varian Covid-19 akan memberikan risiko terjadinya pandemi yang berkepanjangan yang pada akhirnya berdampak pada perlambatan pemulihan ekonomi.
Baca juga: Kebijakan Nol-Covid China dan Dampak Buruknya bagi Ekonomi Global
Gangguan terhadap rantai pasok global dan konflik Rusia-Ukraina telah memberikan tekanan serius pada kenaikan harga pangan dan terjadinya krisis energi di sejumlah negara maju seperti Amerika dan Eropa. Inflasi di Amerika pada April 2022 tercatat 8,3 persen secara tahunan begitu pula inflasi di Jerman (7,4 perse), dan Inggris (9 persen).
Kondisi itu berdampak pada percepatan normalisasi kebijakan moneter melalui kenaikan suku bunga acuan bank sentral. Kebijakan moneter yang ketat di negara maju akan berdampak pada tingginya eksposure capital flow yang memberikan tekanan terhadap nilai tukar sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), rupiah mengalami depresiasi kisaran 2,87 persen sampai dengan 23 Mei 2022 dibandingkan dengan level akhir 2021. Namun, kinerja rupiah masih relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang negara berkembang lain yang tercatat mengalami depresiasi lebih dalam.
Kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok turut memberikan kontribusi terhadap perlambatan ekonomi di negera Tirai Bambu tersebut. Kinerja ekonomi Tiongkok pada 2022 diproyeksikan tumbuh 5,5 persen, atau lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2021 sebesar 8,1 persen.
Hal itu tentu akan berdampak pada volume ekspor bahan baku dari Indonesia ke Tiongkok sehingga dapat berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
Tingginya ketidakpastian global dapat memberikan spillover effect negatif terhadap perekonomian domestik. Diperlukan sinergi kebijakan lintas otoritas sebagai strategi bersama dalam menjaga ketahanan pemulihan ekonomi.
Beberapa strategi telah ditempuh pemerintah dalam meredam risiko global maupun domestik melalui koordinasi kebijakan fiskal dan moneter menjadi sebuah bauran kebijakan yang saling memperkuat.
Sebagai upaya menjaga stabilitas makroekonomi, BI telah berkomitmen untuk melakukan pembelian SBN (Surat Berharga Negara) untuk mendukung APBN tahun 2022 sebesar Rp 224 triliun yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan dan kemanusiaan. Dengan menggunakan anggaran tersebut, pemerintah telah berhasil mendorong akselerasi vaksinasi Covid-19 dosis kedua.
Selain itu, untuk menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan inflasi domestik, pemerintah telah meningkatkan realisasi belanja subsidi baik untuk alokasi energi dan non-energi.
Langkah strategis untuk mempertahankan volume ekspor di tengah perlambatan ekonomi Tiongkok dapat dilakukan melalui diversifikasi produk dan negara mitra. Strategi pameran perdagangan dan business matching produk unggulan dapat ditempuh untuk memperkuat ekspor ke negara mitra dagang Indonesia.
Bank Indonesia bersinergi dengan kementerian dan dunia usaha telah menggelar Karya Kreatif Indonesia 2022 yang diseleggarakan secara hybrid sehingga produk UMKM (usaha mikro, kecil, dan menegah) unggulan dapat diakses di seluruh dunia.
Sinergi kebijakan dalam program pemulihan ekonomi diperkuat dengan transformasi digital sistem pembayaran nasional melalui infrastruktur BI-FAST. Beroperasinya BI-FAST akan mewujudkan layanan sistem pembayaran yang cepat, mudah, murah, aman dan handal untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi dan inklusi keuangan. Dengan semangat the power of we semoga ke depan perekonomian nasional tumbuh kuat, berkelanjutan dan inklusif serta lebih tangguh dalam menghadapi tantangan domestik maupun global yang penuh ketidakpastian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.