JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, aturan tentang pemberhentian anggota Polri adalah pangkal masalah yang memicu polemik tentang Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Raden Brotoseno yang merupakan mantan narapidana korupsi tetapi kembali berdinas sebagai polisi.
Aturan pemecatan seorang polisi diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Yang membuat ambigu (tidak jelas dan tidak tegas) itu ketentuan PP no. 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/6/2022).
Baca juga: ICW Desak Kadiv Propam Ungkap Identitas Atasan Polri yang Rekomendasikan Brotoseno Tak Dipecat
Dalam Pasal 11 PP Nomor 1/2003 disebutkan, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan tindak pidana, melakukan pelanggaran, meninggalkan tugas atau hal lain.
Sedangkan Pasal 12 PP Nomor 1/2003 berbunyi:
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia apabila:
a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia;
c. melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila, terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang negara dan/atau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah.
(2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Menurut Abdul, seharusnya ketentuan itu dibaca sebagai satu kesatuan, yaitu seorang polisi bisa diberhentikan dengan tidak hormat dengan pertimbangan telah dijatuhi pidana. Namun, kata dia, Polri justru berbeda dalam menafsirkan aturan itu.
"Tetapi institusi Kepolisian justru menafsirkannya dengan parsial, sehingga tafsirnya menjadi bisa diberhentikan tetapi karena ada pertimbangan pejabat yang berwenang tidak diberhentikan karena alasan subjektif. Inilah pangkal masalahnya," ucap Abdul.
Abdul menyarankan supaya ketentuan ini harus diubah atau dilakukan uji materi (judicial review) di Mahkamah Agung (MA).
Selain itu, Abdul berpendapat jika Polri tidak memberhentikan dengan tidak hormat Brotoseno, maka bakal mencoreng citra lembaga penegak hukum itu.
Baca juga: Brotoseno Tak Dipecat meski Korupsi, Wakil Ketua Komisi III: Dia Berkelakuan Baik Apa?
"Menurut saya, dengan tidak memberhentikan maka ini akan menurunkan citra dan kredibilitas Kepolisian sebagai lembaga publik atau negara. Saya kira ini harus menjadi perhatian presiden atau pemerintah dalam rangka menjaga kredibilitas pemerintahan," ujar Abdul.