JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perdagangan (Kemendag) diduga sengaja membiarkan beredarnya aplikasi robot trading DNA Pro Akademi yang menjadi kedok penipuan kepada anggotanya.
Kuasa hukum korban, Yasmin Muntaz mengatakan, dugaan pembiaran tersebut juga telah diakui Direktur Utama PT DNA Pro Akademi Daniel Abe yang kini sudah ditahan.
Di mana aplikasi DNA Pro diketahui menggunakan skema ponzi atau skema piramida yang menyebabkan anggotanya mengalami kerugian.
"Pengakuan Daniel Abe tersebut tidak serta merta menghilangkan unsur pembiaran yang telah dilakukan Kemendag dan jajarannya. Saya bicara atas nama member yang betul-betul kesulitan pada saat ini, bahkan sebagian di antaranya ada yang putus asa," kata Yasmin dalam keterangan tertulis, Sabtu (28/5/2022).
Atas dugaan adanya pembiaran itu, Yasmin pun mempertanyakan sejumlah hal.
Salah satunya terkait proses dan verifikasi sebuah perusahaan yang ingin mengajukan Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) kepada Kemendag.
Baca juga: Kuasa Hukum Korban DNA Pro Duga Ada Potensi Pembiaran dari Kemendag
Menurut Yasmin, DNA Pro yang telah memiliki SIUPL seharusnya tidak lagi menggunakan skema ponzi.
Terlebih, hal itu telah diatur bahwa sebuah perusahaan harus memenuhi sejumlah persyaratan tidak boleh menerapkan skema pemasaran terlarang, seperti skema ponzi atau piramida.
"Perusahaan yang menerapkan skema ponzi, mengapa bisa lolos SIUPL? Mestinya kan jangan sampai lolos," ujar Yasmin.
Yasmin juga menilai, Asosiasi Perusahaan Penjualan Langsung Indonesia (AP2LI) selaku asosiasi multi level marketing (MLM) yang menaungi sejumlah perusahaan robot trading termasuk DNA Pro juga perlu dimintai penjelasan.
Sebab, AP2LI selama ini juga dilibatkan dalam proses verifikasi.
Apalagi, AP2LI sebelumnya pernah menyatakan DNA Pro legal setelah mendapatkan SIUPL.
Baca juga: Bareskrim Limpahkan Berkas Perkara 4 Tersangka DNA Pro ke Kejagung
Tetapi, di awal Februari 2022, setelah sejumlah perusahaan robot trading dihentikan kegiatan operasionalnya, termasuk DNA Pro, AP2LI mengeluarkan imbauan.
Salah satu poin dari imbuan itu menyatakan bahwa asosiasi bukan lembaga penjamin dari perusahaan penjualan langsung. Imbauan ini pun dinilai terlambat.
"Yang tersirat dalam imbauan yang berisi 7 poin tersebut adalah asosiasi tidak bertanggung jawab atas anggotanya. Sebuah pengumuman yang terlambat dan terkesan lepas tangan," kata Yasmin.