JAKARTA, KOMPAS.com - Pemanfaatan teknologi informasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 perlu dimaksimalkan guna mengantisipasi jatuhnya korban jiwa dari petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS).
Seperti halnya Pemilu 2019, pemilu yang akan datang juga akan dilangsungkan secara serentak. Dengan demikian, berpotensi membuat kerja-kerja petugas KPPS kian meningkat.
Meski demikian, kesiapan masyarakat dan jaringan internet yang kuat di daerah juga perlu diperhatikan. Di samping itu, ada beberapa aspek yang harus ditekankan untuk memastikan penggunaan teknologi informasi tidak menyimpang dari ketentuan yang telah diatur UU.
Berdasarkan catatan Kompas.com dari pemberitaan sebelumnya, ada 894 petugas yang tutup usia dan 5.175 petugas yang sakit selama penyelenggaraan Pemilu 2019. Beban kerja yang tinggi disinyalir menjadi salah satu penyebabnya.
Dari data tersebut, pemanfaatan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) dinilai menjadi sangat penting guna meringankan beban kerja petugas KPPS.
Baca juga: Penerapan Teknologi pada Pemilu Diminta Dibarengi Kesiapan Masyarakat
Komisioner KPU Idham Kholik menyatakan, pihaknya berencana untuk menyerahkan hasil pemungutan suara melalui format digital.
"Ke depan, Sirekap akan digunakan dengan harapan memangkas waktu sehingga rekan-rekan dalam penyerahan hasil perolehan suara bisa melalui format digital. Tentunya dalam hal ini adalah PDF, sehingga tidak bisa diubah-ubah," ungkap Idham dalam diskusi virtual Kode Inisiatif pada Minggu (22/5/2022).
Ia mengatakan, ada lima kotak atau lima jenis surat suara yang akan dipilih oleh pemilih pada pemilu yang akan datang. Oleh karena itu, diperlukan perencanaan yang matang guna menekan tingkat kelelahan petugas.
"Sehingga, kami dituntut untuk mendesain formulir yang lebih aplikatif atau user friendly. Sehingga, rekan-rekan KPPS atau badan ad hoc tidak merasa kesulitan," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Direktur Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Hurriyah mengatakan, pemanfaatan teknologi informasi tidak boleh hanya serta-merta bermanfaat bagi petugas pemilu, tetapi juga pemilih.
"Bukan kemudian mengabaikan gitu ya atau mengesampingkan semuanya demi penggunaan teknologi. Karena kalau kayak gitu, artinya teknologi bukan ditujukan untuk memudahkan, tetapi semata-mata untuk gaya-gayaan," ucap Hurriyah.
Baca juga: KPU Diingatkan Pakai Teknologi pada Pemilu Bukan untuk Gaya-gayaan
Selain itu, ia juga menyoroti keamanan data pemilih. Penyelenggara pemilu, kata dia, juga harus mengantisipasi segala potensi ancaman keamanan dan mempersiapkan langkah pencegahan.
"Ini juga menjadi sangat penting. Apalagi yang namanya teknologi sekarang begitu ya. Hackers dan lain sebagainya, itu kan yang mereka luar biasa. Kita harus selalu bahwa akan ada peluang penyalahgunaan sebuah teknologi, akan ada pihak-pihak yang mungkin ingin mengacaukan atau mengganggu penggunaan teknologi," pesan Hurriyah.
Sementara itu, Peneliti Konsultasi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Ihsan Maulana mengingatkan, kesiapan masyarakat dalam penggunaan teknologi informasi juga harus dipertimbangkan.
Penyelenggara pemilu perlu membangun kepedulian masyarakat pemilih sehingga mereka mampu dan paham dalam mengoperasikan teknologi yang ada.