Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menilik Alasan Pemilu 1955 Dinilai Sebagai yang Paling Demokratis

Kompas.com - 22/05/2022, 20:01 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan pemilihan umum perdana di Indonesia pada 1955 selalu dikenang sebagai pemilu yang paling demokratis.

Ada sejumlah uraian yang menjelaskan mengapa pemilu 1955 kerap dipuji sebagai yang paling demokratis di antara pemilu lain.

Argumen pertama adalah pemilu 1955 dilakukan dengan bebas dan jujur, tanpa paksaan. Jika dibandingkan dengan pemilu selanjutnya yang digelar di masa pemerintahan Orde Baru memang dinilai bertolak belakang.

Baca juga: KPU Rencanakan Pendaftaran Parpol Peserta Pemilu Agustus 2022, Bakal Gunakan Sipol

Sebab pemilu selama masa pemerintahan Orde Baru dinilai penuh rekayasa sehingga terus menerus dimenangkan oleh Golkar sebagai pilar politik utama guna mendukung kekuasaan Soeharto. Apalagi saat itu seluruh pegawai negeri sipil diwajibkan memilih Golkar, dan akan mendapatkan hukuman jika membangkang. Hukumannya bisa dimutasi sampai penundaan kenaikan gaji atau jabatan.

Selain itu, saat pemilu 1955 tidak terjadi politik uang atau serangan fajar seperti yang terjadi di masa Orde Baru bahkan sampai setelah reformasi.

Pemilu 1955 juga memperlihatkan spektrum politik Indonesia, dengan diikuti oleh berbagai partai dengan beragam latar belakang ideologi.

Selain itu, pemilu pada saat itu bisa digelar dalam kondisi bangsa yang baru berusia satu dasawarsa dan tengah diliputi berbagai gejolak keamanan di dalam negeri seperti pemberontakan. Selain itu, aparat militer dan kepolisian saat itu masih diberi hak untuk memilih.

Baca juga: Sejarah Pemilu dan Pilpres 2019, dari Peserta hingga Hasil

Meski kondisi tengah rawan, tetapi pemilu 1955 bisa berlangsung aman dan dengan jumlah keikutsertaan pemilih yang sangat tinggi, yakni 87,66 persen dari 43.104.464 pemilih terdaftar.

Selain itu, saat itu pemerintah membebaskan seluruh partai politik, organisasi masyarakat, hingga calon perseorangan mengikuti pemilu dari beragam ideologi atau yang berbasis kedekatan sosial, kemasyaratakan, etnis, kedaerahan hingga ras.

Hal itu dibuktikan dengan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang mengusung ideologi nasionalisme, bisa bersaing dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) dan Partai Nahdlatul Ulama (NU) yang mengusung ideologi Islam, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemilu dilakukan dua kali, yang pertama pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR.

Baca juga: Bawaslu Tekankan Pentingnya Literasi Digital Jelang Pemilu 2024

Yang kedua dilakukan tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante. Hasil Pemilu 1955 Pada Pemilu 1955 terdapat 260 jumlah kursi DPR dan 520 kursi untuk Konstituante.

Ini masih ditambah dengan 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah. Mulanya wilayah Indonesia dibagi dalam 16 berdasarkan sistem perwakilan proporsional. Namun dalam pelaksanaannya Irian Barat gagal melaksanakan Pemilu karena daerah tersebut masih dikuasai oleh Belanda sehingga hanya tersisa 15 daerah pemilihan.

Partai politik yang masuk dalam posisi 3 besar di DPR hasil Pemilu 1955 adalah:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 8.434.653 suara (22,32 persen) dan 57 kursi parlemen.
  2. Masyumi dengan 7.903.886 suara (20,92 persen) dan mendapat 57 kursi.
  3. Nahdlatul Ulama (NU) dengan 6.955.141 suara (18,41 persen) dan 45 kursi.

Sedangkan untuk Konstituante, posisinya juga mirip dengan hasil Pemilu 1955 untuk DPR, yaitu:

  1. Partai Nasional Indonesia (PNI) meraih 9.070.218 suara (23,97 persen) dengan 119 kursi.
  2. Masyumi meraih 7.789.619 suara (20,59 persen) dan 112 kursi.
  3. Nahdlatul Ulama (NU) meraih 6.989.333 suara (18,47 persen) dan 91 kursi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

Nasional
BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

Nasional
Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

Nasional
Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

Nasional
Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

Nasional
Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com