Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Status Napoleon Bonaparte sebagai Polisi Aktif Dinilai Bakal Rugikan Polri

Kompas.com - 20/05/2022, 15:44 WIB
Tatang Guritno,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai status Irjen Napoleon Bonaparte sebagai perwira aktif akan banyak merugikan institusi Polri.

Pasalnya, Napoleon telah dinyatakan bersalah dalam kasus tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap terkait red notice terpidana cessie Bank Bali, Djoko Tjandra.

“Kalau seorang anggota Polri dan sudah diputus (bersalah) oleh pengadilan tidak diberhentikan akan semakin merugikan institusi Polri,” tutur Peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman pada Kompas.com, Jumat (20/5/2022).

Baca juga: M Kece Mengaku Dapat Tekanan Teken Surat Permintaan Maaf kepada Irjen Napoleon

Ia menyebut beberapa kerugian Polri terkait persoalan ini. Pertama, munculnya anggapan dari masyarakat bahwa Polri melindungi anggotanya yang terlibat tindak pidana.

Kedua, menujukan bahwa Polri tidak memiliki semangat pemberantasan korupsi dan tak menunjukan sebagai institusi anti korupsi.

“Ketiga, kita khawatir akan merusak nilai di internal Polri karena jika tidak diberhentikan bisa mengganggu (situasi) di internal Polri,” katanya.

“Misalnya terkait hubungan dengan rekan kerja, kewenangan-kewenangan, dan hak-hak yang dimiliki. Juga sangat mungkin muncul abuse or power,” jelas Zaenur.

Dalam pandangan Zaenur, tidak diberhentikannya Napoleon dapat menjadi contoh buruk untuk anggota Polri lainnya.

“Seakan-akan (Polri) menjadi toleran terhadap (anggotanya yang melakukan) pelanggaran-pelanggaran yang berat seperti korupsi,” ucap dia.

Maka ia mempertanyakan sikap Polri terkait status Napoleon.

Padahal hal itu telah diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Republik Indonesia.

“Seharusnya dilakukan pemberhentian dengan tidak hormat pada anggota Polri yang melakukan tindak pidana,” imbuh dia.

Adapun Napoleon dinyatakan bersalah telah menerima suap senilai 370.000 dollar Amerika Serikat dan 200.000 dollar Singapura dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi.

Baca juga: Napoleon Bonaparte Jadi Terpidana Korupsi, Statusnya sebagai Perwira Aktif Polri Dipertanyakan

Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta kala itu menyatakan uang tersebut diterima Napoleon untuk menginformasikan status red notice Djoko Tjandra dan mengurus penghapusannya.

Ia lantas dipidana 4 tahun penjara dan denda Rp 100 juta pada 10 Maret 2021. Napoleon sempat mengajukan banding hingga kasasi, tapi upaya hukumnya itu tidak diterima.

Saat ini pun ia tengah terjerat dua dugaan tindak pidana yaitu pencucian uang dan penganiayaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com