KOMPAS.com – Setiap warga negara dijamin kebebasannya dalam memeluk agama sesuai keyakinan masing-masing.
Hak beragama merupakan hak yang melekat secara kodrati yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Pasal yang berisi tentang kebebasan memeluk agama dan beribadat menurut agamanya adalah isi pasal 28E Ayat 1 UUD 1945.
Pasal tersebut berbunyi, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Sementara Ayat 2 berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.”
Baca juga: Yasonna Sebut Kebebasan Beragama di Indonesia Masih Hadapi Banyak Tantangan
Dengan adanya aturan ini, negara wajib menghormati hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan warganya serta menjamin penghormatan atasnya.
Negara juga wajib membentuk peraturan perundang-undangan untuk melindungi hak tersebut serta bersikap aktif melindungi jika ada gangguan.
Secara prinsip, kebebasan beragama dan berkeyakinan mencakup hak untuk beribadah. Sayangnya, konflik pendirian rumah ibadah masih terjadi hingga saat ini.
Salah satu konflik yang terjadi adalah penolakan dan pelarangan pendirian rumah ibadah.
Contoh kasusnya, yakni penolakan dan pelarangan yang dilakukan jemaat Gereja Protestan Maluku Elpaputih terhadap pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Jemaat Siloam Elpaputih di Maluku pada 2018.
Tindakan tersebut mengakibatkan terjadinya tindak pidana berupa penganiayaan, perusakan dan pembakaran.
Baca juga: Wapres: Jika Pendirian Rumah Ibadah Penuhi Syarat, Tak Boleh Ditolak
Persoalan izin mendirikan bangunan atau IMB juga menjadi persoalan yang paling sering terjadi dalam hal pendirian rumah ibadah.
Beberapa kasus terkait persoalan IMB terjadi pada Gereja Kristen Pasundan (GKP) Bandung, Jawa Barat; Masjid Jabal Nur, Manado, Sulawesi Utara; Mushola Assafiiyah Denpasar, Bali; dan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) Pasar Minggu, DKI Jakarta.
Dalam kenyataannya, persoalan pendirian rumah ibadah tidak hanya terjadi di Indonesia melainkan juga di berbagai negara lain.
Hal ini merupakan dampak dari globalisasi yang menyebabkan mobilitas masyarakat yang dinamis sehingga membuat berbagai kebudayaaan dan keyakinan berinteraksi di suatu tempat.