Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Duga Polisi Manipulasi Keterangan soal Korban Salah Tangkap di Bekasi

Kompas.com - 20/04/2022, 17:14 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Polsek Tambelang diduga memanipulasi keterangan kepada Komnas HAM ketika lembaga perlindungan hak asasi manusia itu melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kasus salah tangkap di Tambelang, Bekasi.

Akibat salah tangkap itu, 4 orang tersangka, yakni Fikry, Risky, Abdul Rohman, dan Randy, saat ini berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Cikarang dan menghadapi persidangan atas tuduhan pembegalan pada 24 Juli 2021 yang tak mereka lakukan.

“Ada sesuatu yang memang sangat kita sayangkan. Problem serius untuk kami. Salah satunya memberikan keterangan yang tidak benar kepada Komnas HAM untuk menutupi alibi tidak terjadi penyiksaan,” kata Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam, dalam jumpa pers, Rabu (20/4/2022).

Baca juga: Komnas HAM: Korban Salah Tangkap Polsek Tambelang Bekasi Disiksa 7 Jam hingga Terpaksa Mengaku

Manipulasi keterangan itu diduga dilakukan dengan cara memotong bukti foto kedatangan Fikry cs di Polsek Tambelang, yang membuat seolah-olah Fikry cs langsung diboyong ke polsek setelah ditangkap.

“Ketika kami minta keterangan kepada kepolisian di sana, Polres Metro Bekasi, Polsek Tambelang, kami diberikan foto ini. Kami mendapatkan keterangan verbal dan informasi dari teman-teman kepolisian di sana, bahwa mereka dibawa ke polsek jam 20.00 dan ini (foto) buktinya,” jelas Anam.

Fikry cs sebelumnya ditangkap bersamaan pada 28 Juli 2021 sekitar pukul 20.00 bersama 5 saksi lain.

Hasil investigasi Komnas HAM, diketahui bahwa mereka tidak langsung dibawa petugas ke kantor polisi, melainkan ke Gedung Telkom yang letaknya berseberangan dengan Polsek Tambelang.

Di sana, Fikry cs dipisahkan dengan 5 saksi lain. Fikry dkk mengalami ancaman-ancaman verbal, pemukulan, penendangan, rambut dijambak, hingga diduduki petugas ketika tersungkur.

Foto versi kepolisian (kiri) yang diduga telah dimanipulasi untuk menghilangkan keterangan waktu pada foto aslinya (kanan), dalam kasus salah tangkap begal di Tambelang, BekasiDok. Komnas HAM Foto versi kepolisian (kiri) yang diduga telah dimanipulasi untuk menghilangkan keterangan waktu pada foto aslinya (kanan), dalam kasus salah tangkap begal di Tambelang, Bekasi

Baca juga: Roy Suryo Pastikan Video CCTV yang Perlihatkan Korban Salah Tangkap Polisi Tidak Dimodifikasi

Total, Komnas HAM menemukan 10 bentuk penyiksaan, 8 kekerasan verbal berupa ancaman dari polisi, dan sedikitnya 6 alat yang dipakai untuk menyiksa mereka.

Para saksi menegaskan bahwa Fikry cs baru dibawa ke Polsek Tambelang sekitar pukul 03.00. Komnas HAM kemudian memperoleh foto lain yang identik dengan foto yang diserahkan kepolisian, namun ada keterangan waktu yang tidak terpotong.

Keterangan waktu itu berupa jam digital di atas pintu bertuliskan pukul 03.27.51. Itu artinya, ada jeda hampir 8 jam sejak Fikry cs ditangkap sebelum tiba di Polsek Tambelang.

“Kami mendapatkan foto yang sama. Yang ini (versi polisi) di-crop, yang ini foto aslinya. Foto asli menunjukkan jam 03.27.51. Ini foto yang sama. Dan ini problem yang sangat serius menurut kami,” tegas Anam.

“Ini (manipulasi foto) kan mau melawan berbagai kesaksian yang diberikan, oleh korban, oleh keluarganya, oleh masyarakat, bahwa mereka tidak dibawa ke polsek jam 20.00, tapi dibawa ke Gedung Telkom untuk disiksa,” ungkapnya.

Baca juga: Polda Metro Bantah Tudingan PB HMI soal Salah Tangkap 4 Begal di Bekasi

Anam menjelaskan, hal ini menjadi pokok keyakinan Komnas HAM yang makin memperkuat dugaan bahwa para korban salah tangkap memang disiksa.

“Akibatnya, keempat korban akhirnya mengaku terlibat dalam peristiwa pembegalan yang terjadi pada 24 Juli 2021 karena kondisi tertekan dan berada di bawah ancaman,” ujar Koordinator Bidang Penyelidikan dan Pemantauan, Endang Sri Melani, dalam kesempatan yang sama.

Komnas HAM juga menyebut bahwa Fikry cs punya bukti yang kuat bahwa mereka tidak terlibat pembegalan yang dimaksud, mulai dari keterangan berbagai saksi hingga bukti dokumentasi CCTV yang membuktikan mereka ada di tempat lain ketika pembegalan terjadi.

“Jadi keberadaan 4 orang ini tidak ada di lokasi pembegalan,” ujar Melani.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Soal Maju Kembali di Pilkada Jateng, Sudirman Said: Kan Sudah Pernah

Nasional
FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

Nasional
Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

Nasional
Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

Nasional
Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

Nasional
Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

Nasional
Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

Nasional
MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

Nasional
Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com