JAKARTA, KOMPAS.com – Polsek Tambelang diduga memanipulasi keterangan kepada Komnas HAM ketika lembaga perlindungan hak asasi manusia itu melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap kasus salah tangkap di Tambelang, Bekasi.
Akibat salah tangkap itu, 4 orang tersangka, yakni Fikry, Risky, Abdul Rohman, dan Randy, saat ini berstatus terdakwa di Pengadilan Negeri Cikarang dan menghadapi persidangan atas tuduhan pembegalan pada 24 Juli 2021 yang tak mereka lakukan.
“Ada sesuatu yang memang sangat kita sayangkan. Problem serius untuk kami. Salah satunya memberikan keterangan yang tidak benar kepada Komnas HAM untuk menutupi alibi tidak terjadi penyiksaan,” kata Komisioner Bidang Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Choirul Anam, dalam jumpa pers, Rabu (20/4/2022).
Baca juga: Komnas HAM: Korban Salah Tangkap Polsek Tambelang Bekasi Disiksa 7 Jam hingga Terpaksa Mengaku
Manipulasi keterangan itu diduga dilakukan dengan cara memotong bukti foto kedatangan Fikry cs di Polsek Tambelang, yang membuat seolah-olah Fikry cs langsung diboyong ke polsek setelah ditangkap.
“Ketika kami minta keterangan kepada kepolisian di sana, Polres Metro Bekasi, Polsek Tambelang, kami diberikan foto ini. Kami mendapatkan keterangan verbal dan informasi dari teman-teman kepolisian di sana, bahwa mereka dibawa ke polsek jam 20.00 dan ini (foto) buktinya,” jelas Anam.
Fikry cs sebelumnya ditangkap bersamaan pada 28 Juli 2021 sekitar pukul 20.00 bersama 5 saksi lain.
Hasil investigasi Komnas HAM, diketahui bahwa mereka tidak langsung dibawa petugas ke kantor polisi, melainkan ke Gedung Telkom yang letaknya berseberangan dengan Polsek Tambelang.
Di sana, Fikry cs dipisahkan dengan 5 saksi lain. Fikry dkk mengalami ancaman-ancaman verbal, pemukulan, penendangan, rambut dijambak, hingga diduduki petugas ketika tersungkur.
Baca juga: Roy Suryo Pastikan Video CCTV yang Perlihatkan Korban Salah Tangkap Polisi Tidak Dimodifikasi
Total, Komnas HAM menemukan 10 bentuk penyiksaan, 8 kekerasan verbal berupa ancaman dari polisi, dan sedikitnya 6 alat yang dipakai untuk menyiksa mereka.
Para saksi menegaskan bahwa Fikry cs baru dibawa ke Polsek Tambelang sekitar pukul 03.00. Komnas HAM kemudian memperoleh foto lain yang identik dengan foto yang diserahkan kepolisian, namun ada keterangan waktu yang tidak terpotong.
Keterangan waktu itu berupa jam digital di atas pintu bertuliskan pukul 03.27.51. Itu artinya, ada jeda hampir 8 jam sejak Fikry cs ditangkap sebelum tiba di Polsek Tambelang.
“Kami mendapatkan foto yang sama. Yang ini (versi polisi) di-crop, yang ini foto aslinya. Foto asli menunjukkan jam 03.27.51. Ini foto yang sama. Dan ini problem yang sangat serius menurut kami,” tegas Anam.
“Ini (manipulasi foto) kan mau melawan berbagai kesaksian yang diberikan, oleh korban, oleh keluarganya, oleh masyarakat, bahwa mereka tidak dibawa ke polsek jam 20.00, tapi dibawa ke Gedung Telkom untuk disiksa,” ungkapnya.
Baca juga: Polda Metro Bantah Tudingan PB HMI soal Salah Tangkap 4 Begal di Bekasi
Anam menjelaskan, hal ini menjadi pokok keyakinan Komnas HAM yang makin memperkuat dugaan bahwa para korban salah tangkap memang disiksa.
“Akibatnya, keempat korban akhirnya mengaku terlibat dalam peristiwa pembegalan yang terjadi pada 24 Juli 2021 karena kondisi tertekan dan berada di bawah ancaman,” ujar Koordinator Bidang Penyelidikan dan Pemantauan, Endang Sri Melani, dalam kesempatan yang sama.
Komnas HAM juga menyebut bahwa Fikry cs punya bukti yang kuat bahwa mereka tidak terlibat pembegalan yang dimaksud, mulai dari keterangan berbagai saksi hingga bukti dokumentasi CCTV yang membuktikan mereka ada di tempat lain ketika pembegalan terjadi.
“Jadi keberadaan 4 orang ini tidak ada di lokasi pembegalan,” ujar Melani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.