JAKARTA, KOMPAS.com – Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Agustina Erni mengungkapkan, pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) menjadi langkah progresif dalam mencegah meningkatnya angka perkawinan anak di Indonesia.
Pasalnya, dalam beleid tersebut diatur mengenai jerat pidana bagi pelaku pemaksaan perkawinan, yakni ancaman pidana paling lama sembilan tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 200 juta.
Ketentuan tersebut tertuang di dalam Pasal 10 UU TPKS.
Baca juga: Tutup Masa Sidang DPR, Puan Singgung Pengesahan RUU TPKS
“Dalam Pasal 11 dijelaskan bahwa selain pidana penjara dan denda, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak asuh anak,” jelas Erni seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (19/4/2022).
Erni mengungkapkan, pada masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan pengajuan dispensasi kawin di beberapa daerah di Indonesia.
Beberapa alasan maraknya perkawinan anak, yakni menghindari zina, akibat belum meratanya pemahaman kesehatan reproduksi yang komprehensif, dan faktor ekonomi.
Erni mengatakan, berdasarkan data Badan Peradilan Agama (Badilag) pada 2019 terdapat 25.280 kasus pengajuan dispensasi kawin.
Pada 2020 angka ini melonjak hingga 65.301 kasus dan pada 2021 masih tinggi dengan jumlah 63.350 kasus.
"Artinya terdapat peningkatan sekitar 300 persen. Berdasarkan data yang kami terima, dispensasi kawin tertinggi berada di daerah Jawa, yaitu di Pengadilan Agama Kota Surabaya, Pengadilan Agama Kota Semarang, dan Pengadilan Agama Kota Bandung,” ujar Erni.
Menurut Erni, tingginya permintaan dispendasi kawin juga didorong oleh adanya peningkatan batas usia kawin 16 tahun menjadi 19 tahun sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Untuk itu, Kementerian PPPA pun melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan perkawinan anak, salah satunya penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Dispensasi Kawin.
Erni mengatakan, RPP tersebut saat ini sedang berproses di Sekretariat Negara.
RPP ini akan mengatur bagaimana Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dapat melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi bersama serta diikuti upaya peningkatan kapasitas Hakim Pengadilan Agama.
Baca juga: Tak Diatur di UU TPKS, Rumusan Perkosaan Diminta Diperkuat di Revisi KUHP
Sebelumnya, KemenPPPA bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah melakukan Deklarasi Pendewasaan Usia Kawin dengan 8 Menteri dan komitmen 6 lintas agama sebagai upaya pencegahan perkawinan anak.
“Perkawinan anak merupakan kejahatan kepada anak karena telah melanggar dan mencederai hak-hak mereka. Mari kita saling bersatu padu, terus gencarkan cegah perkawinan anak, mulai dari keluarga teman, masyarakat ditempat kerja, demi kepentingan terbaik anak,” ucap Erni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.