Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemendagri Diminta Buka-bukaan Isi MoU dan Daftar Pengakses Data NIK

Kompas.com - 18/04/2022, 15:39 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) diminta transparan mengenai detail kerja sama dengan sektor privat dalam hal pemanfaatan data nomor induk kependudukan (NIK).

Sebelumnya, isu ini mencuat karena pemerintah kini memberlakukan tarif Rp 1.000 kepada institusi berbadan hukum, termasuk perusahaan/lembaga berorientasi laba, yang mengakses data NIK.

Kemendagri mengeklaim bahwa akses data ini tetap memperhatikan perlindungan data pribadi penduduk, di mana para pihak ketiga harus meneken nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama, sistem PoC (Proof of Concept), penandatangan NDA (Non Disclosure Agreement), dan SPTJM (Surat Pertanggungjawaban Mutlak).

"Tapi kita sebagai warga negara Indonesia yang datanya dikerjasamakan dengan pihak ketiga, tidak pernah tahu materi MoU (nota kesepahaman) itu sendiri. Tidak jelas pula MoU-nya dengan siapa saja," ungkap Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM), Wahyudi Djafar, ketika dihubungi Kompas.com, Senin (18/4/2022).

Baca juga: DPR Kembali Perpanjang Waktu Pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi

Secara etis, menurutnya, pemberian izin akses data kependudukan oleh Kemendagri kepada sektor privat dianggap bermasalah pula.

Pertama, UU Administrasi Kependudukan tidak memberikan izin akses data oleh sektor privat.

Peraturan itu memuat 31 item data kependudukan dan data agregat untuk digunakan oleh "pengguna" yang notabene lembaga negara dan pemerintahan.

Baca juga: Dukcapil: Biaya Akses NIK Rp 1.000 untuk Jaga Sistem Tetap Hidup

Tujuannya untuk 5 keperluan, yaitu pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum/pencegahan kriminal.

Namun, UU itu diterjemahkan lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015, di mana "pengguna" data kependudukan bukan lagi sebatas lembaga negara dan pemerintahan, melainkan juga termasuk "badan hukum Indonesia".

"Menjadi persoalan ketika tiba-tiba data kependudukan yang kita berikan aksesnya atau kita serahkan kepada pemerintah untuk tujuan-tujuan yang diatur UU Administrasi Kependudukan, tiba-tiba dimonetisasi (untuk pihak ketiga)," jelas Wahyudi.

Baca juga: Akses NIK Tarifnya Rp 1.000, Apakah Masyarakat Umum Harus Bayar?

Wahyudi berpendapat, warga sebagai empunya data berhak tahu mekanisme perlindungan data oleh pihak ketiga itu.

"Padahal dalam konteks hukum perlindungan data pribadi, ketika data akan dibagikan, akan ditransfer, atau akan dipertukarkan, harus ada standar contractual clauses (SCC)," ujar Wahyudi.

SCC ini adalah hal krusial, sebagaimana pengguna aplikasi di gawai akan dimintai persetujuannya terhadap syarat dan ketentuan serta kebijakan privasi sebelum menggunakan aplikasi itu.

Baca juga: Akses NIK Bakal Diberlakukan Tarif Rp 1.000, Ini Kata Dukcapil

Sementara itu, tidak ada yang tahu bagaimana standar pemerintah dalam menjamin perlindungan data pribadi penduduk, ketika memberikan izin akses data kepada pihak swasta tanpa seizin warga sebagai pemilik data.

Di sisi lain, pemerintah juga dinilai harus melakukan penilaian berkala untuk memastikan pembaruan sistem keamanan dalam pemrosesan data pribadi oleh pihak ketiga, terutama sektor privat.

"Yang menjadi pertanyaan adalah dalam nota kesepahaman itu, apakah juga diatur standar perlindungan data yang diterapkan, karena kita tidak punya rujukan yang baik terkait perlindungan data pribadi," ungkap Wahyudi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Demokrat Tak Resisten jika Prabowo Ajak Parpol di Luar Koalisi Gabung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Kubu Prabowo-Gibran Yakin Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Ditolak MK

Nasional
Aktivis Barikade 98 Ajukan 'Amicus Curiae', Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Aktivis Barikade 98 Ajukan "Amicus Curiae", Minta MK Putuskan Pemilu Ulang

Nasional
Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Kepala Daerah Mutasi Pejabat Jelang Pilkada 2024 Bisa Dipenjara dan Denda

Nasional
KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Daftar 33 Pengajuan Amicus Curiae Sengketa Pilpres 2024 di MK

Nasional
Apa Gunanya 'Perang Amicus Curiae' di MK?

Apa Gunanya "Perang Amicus Curiae" di MK?

Nasional
Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Dampak Erupsi Gunung Ruang: Bandara Ditutup, Jaringan Komunikasi Lumpuh

Nasional
Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Megawati Lebih Pilih Rekonsiliasi dengan Jokowi atau Prabowo? Ini Kata PDI-P

Nasional
Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan 'Cawe-cawe' Pj Kepala Daerah

Yusril Sebut Kekalahan Prabowo di Aceh Mentahkan Dugaan "Cawe-cawe" Pj Kepala Daerah

Nasional
Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Kejagung Kembali Sita Mobil Milik Harvey Moeis, Kini Lexus dan Vellfire

Nasional
Yusril Harap 'Amicus Curiae' Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Yusril Harap "Amicus Curiae" Megawati Tak Dianggap Tekanan Politik ke MK

Nasional
Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Soal Peluang Rekonsiliasi, PDI-P: Kami Belum Bisa Menerima Perlakuan Pak Jokowi dan Keluarga

Nasional
IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

IKN Teken Kerja Sama Pembangunan Kota dengan Kota Brasilia

Nasional
Yusril Sebut 'Amicus Curiae' Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Yusril Sebut "Amicus Curiae" Megawati Harusnya Tak Pengaruhi Putusan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com