JAKARTA, KOMPAS.com - Proyek Pusat Pendidikan Pelatihan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, kembali menjadi perbincangan. Penyebabnya adalah Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyarankan supaya bangunan proyek yang mangkrak akibat terbongkarnya kasus korupsi di baliknya segera dirobohkan supaya tidak digunakan untuk tujuan politis di masa mendatang.
"Perobohan ini untuk mencegah kasus Hambalang jadi 'gorengan' politik masa-masa yang akan datang karena secara hukum sudah selesai," ujar Boyamin, melalui keterangan tertulis, Senin (11/4/2022).
Sampai saat ini sejumlah koruptor yang terlibat dalam skandal proyek itu sudah divonis dan menjalani hukuman, bahkan ada yang sudah bebas. Mereka adalah Andi Mallarangeng, Deddy Kusdinar, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Machfud Suroso, dan Teuku Bagus Muhammad Noor.
Berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dinyatakan kerugian negara adalah total loss atau hilang secara keseluruhan dari proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional ( P3SON ) Hambalang itu.
Baca juga: AHY Sebut Kasus Hambalang Tak Relevan untuk Digunakan secara Politis
Hal itu, diketahui dari perhitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK-RI) tahun 2020-2012 No. 120/HP/XVI/09/2014 tertanggal 11 September 2014.
Menurut Boyamin, usulan untuk merobohkan bangunan proyek Hambalang perlu dilakukan supaya tidak digunakan untuk tujuan lain.
"Sehingga bangunan tersebut tidak menjadi monumen kegagalan negara atau setidaknya monumen kegagalan KPK dalam melakukan proses penegakan hukum pemberantasan korupsi," ujar Boyamin.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mereka tidak bisa secara sepihak merobohkan bangunan proyek Hambalang karena tidak berstatus sebagai barang bukti.
"Info dari teman-teman di Direktorat Pengelolaann Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi) itu (bangunan Wisma Atlet) tidak tekait dengan barang bukti. Jadi tentu enggak ada kewenangan KPK di dalamnya," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/4/2022).
Baca juga: Diminta Usut Lagi Kasus Hambalang, KPK: Upaya Menarik Kami ke Pusaran Politik Bukan Hal Baru
Menurut Ali, untuk mengeksekusi suatu bangunan yang diduga terkait tindak pidana korupsi, harus dipastikan terlebih dahulu apakah bangunan tersebut termasuk barang bukti atau tidak. Jika bangunan tersebut merupakan barang bukti, KPK melalui Direkorat Labuksi dapat melakukan eksekusi sesuai putusan pengadilan.
"Terkait itu kita harus lihat dulu sejauh mana bangunan tadi masuk barang bukti apa bukan. Kalau kemudian itu bagian dari barang bukti maka pengelolaannya tanggung jawab KPK melalui Direktorat Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi," ucap Ali.
Proyek Hambalang mulanya hanya ditujukan untuk pembibitan atlet usia dini dan remaja. Namun, tujuan proyek itu diubah menjadi pusat pelatihan bagi atlet-atlet elite untuk berlaga di ajang kompetisi dunia.
Alhasil, pengajuan anggaran yang dilakukan oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault semula hanya Rp 125 miliar. Namun, akibat perubahan tujuan itu, anggaran yang ditetapkan mencapai Rp 2,5 triliun.
Proyek Hambalang terbengkalai sejak 2011 setelah kasus korupsi itu terungkap.
Di masa Menpora Imam Nahrawi sempat muncul wacana supaya proyek Hambalang dilanjutkan untuk menjadi lokasi pelatihan nasional atlet junior dan senior. Rencana itu kandas setelah Imam Nahrawi terjerat kasus korupsi dana hibah KONI pada 2019.
Baca juga: MAKI Minta Wisma Atlet Hambalang Dirobohkan agar Tak Jadi Gorengan Politik