JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar telah merugikan negara.
Adapun Dewan Pengawas (Dewas) KPK pernah menyatakan Lili Pintauli terbukti melakukan pelanggaran etik lantaran berkomunikasi dengan pihak yang tengah berperkara di KPK yakni mantan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial.
Dalam putusan yang dibacakan pada tahun lalu itu, Dewas menghukum Lili dengan pemotongan gaji pokoknya sebesar 40 persen selama 12 bulan.
"Dewas hanya menjatuhkan sanksi sedang begitu ya, barangkali pertimbangan Dewas adalah kerugian yang diakibatkan dari perbuatan yang bersangkutan itu merugikan Komisi, merugikan KPK, tapi kalau menurut Saya itu sudah merugikan negara," ujar Zaenur kepada Kompas.com, Kamis (14/4/2022).
Baca juga: Pukat Nilai Lili Pintauli Tak Paham Integritas sebagai Nilai Dasar di KPK
"Tidak dalam bentuk uang, bukan kerugian keuangan negara, tetapi merugikan negara karena telah mengakibatkan semakin runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum," ucap dia.
Adapun Lili Pintauli kembali dilaporkan ke Dewas atas dugaan menerima gratifikasi berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton MotoGP Mandalika dari salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Menurut Zaenur, laporan kali ini menunjukan bahwa Komisioner Lembaga Antirasuah itu tidak memahami nilai integritas sebagai nilai dasar di KPK.
"Berulang kali dilaporkan soal pelanggaran etik menunjukan bahwa ada seorang pimpinan KPK yang tidak memahami nilai dasar di KPK, yaitu nilai integritas," tutur Zaenur.
"Saya sudah katakan berkali-kali yang bersangkutan (Lili Pintauli) tidak layak menjadi pimpinan KPK," ucap dia.
Zaenur menilai, dugaan penerimaan gratifikasi tersebut, semakin mempertegas bahwa Wakil Ketua KPK itu tidak memiliki Integritas yang baik.
Baca juga: Setelah Reses, Komisi III Bakal Panggil KPK Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Lili Pintauli
Padahal, dalam peraturan Dewan Pengawas (Perdewas) Nomor 02 Tahun 2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, ada kewajiban bagi insan KPK untuk menolak gratifikasi.
Akan tetapi, jika gratifikasi itu tidak dapat ditolak maka penerimaan tersebut harus dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari.
"Tetapikan sepertinya tidak dilakukan oleh yang bersangkutan, itu semakin menunjukan bahwa memang nilai integritas itu tidak ada pada dirinya ya," kata Zaenur.
"Bukan merupakan satu nilai yang terinternalisasi dalam diri yang bersangkutan sampai-sampai nilai dasar KPK berupa integritas tersebut berulangkali diduga dilanggar," ucap dia.
Lili tak sekali berurusan dengan dugaan pelanggaran etik. Sebelumnya, mantan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu juga dilaporkan oleh empat eks pegawai KPK atas dugaan menyebarkan berita bohong.
Sebab, dalam konferensi pers 30 April 2021, Lili menampik telah berkomunikasi dengan mantan Wali Kota Tanjungbalai, M Syahrial. Padahal, dalam sidang etik Dewas KPK Lili dinyatakan terbukti melakukan komunikasi tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.