JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Zudan Arif Fakhrulloh meluruskan informasi yang beredar soal rencana penarikan biaya Rp 1.000 untuk setiap akes terhadap Nomor Induk Kependudukan (NIK) pada database kependudukan.
Menurut Zudan, pengenaan biaya Rp 1.000 itu hanya berlaku bagi industri yang menerapkan berorientasi profit seperti bank, asuransi dan pasar modal.
"Yang dipungut penerimaan negara bukan pajak (PNBP) itu lembaga seperti bank, asuransi, pasar modal," ujarnya dalam keterangan tertulis kepada wartawan pada Kamis (14/4/2022).
Baca juga: Pemkot Bekasi Hentikan LKM-NIK, Fraksi PKS Latu Har Hary: Keputusan yang Prematur
"Sementara itu untuk BPJS kesehatan, bantuan sosial, pelayanan publik pemerintah tetap gratis. Masyarakat tidak perlu khawatir. Pemerintah sudah mengkaji mendalam," tegasnya.
Zudan menekankan, yang perlu diluruskan adalah anggapan bahwa masyarakat sendiri yang harus membayar apabila mereka mengakses NIK.
Padahal, kata dia, layanan publik dari pemerintah kepada masyarakat yang menggunakan akses NIK tetap gratis.
"Masyarakat mengira dia yang akses NIK terus membayar. Yang layanan publik dari pemerintah tetap gratis. Sehingga masyarakat jangan khawatir," tegasnya.
Adapun rencana pemungutan biaya akses NIK ini terungkap saat Kemendagri mengikuti rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR pada Selasa (12/4/2022).
Saat itu disampaikan bahwa Kemendagri sedang menyusun regulasi tentang PNBP layanan pemanfaatan data administrasi kependudukan oleh user.
Regulasi itu saat ini sudah memasuki tahap paraf koordinasi antar kementerian dan lembaga.
Mendagri Tito Karnavian disebut sudah menyetujui dan memaraf draf RPP PNBP itu.
"Dari PNBP ini diharapkan dapat membantu Ditjen Dukcapil dalam melakukan pemeliharaan dan pengembangan sistem dalam jangka panjang," kata Zudan Arif Fakrulloh saat menjelaskan kepada DPR.
Dalam kesempatan itu, Zudan juga mengungkapkan sejak 2013, layanan untuk akses NIK gratis untuk semua pihak.
Baru mulai 2022 ini akan berbayar sehingga diharapkan dapat membantu Direktorat Jenderal Dukcapil untuk memelihara dan mengembangkan sistem database kependudukan dalam jangka panjang.
Sejalan dengan itu, Kemendagri sedang mengajukan alternatif pendanaan melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan World Bank.
Adapun pelayanan adminduk di Ditjen Dukcapil Kemendagri difasilitasi Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat.
Baca juga: Jual Kartu Perdana yang Diregistrasi Pakai NIK dan KK Orang Lain, 4 Orang Ditangkap di Tangerang
Pelayanan Adminduk ini menghasilkan output berupa 24 dokumen penduduk dan database kependudukan.
Database hasil operasionalisasi SIAK terpusat ini dikelola oleh Ditjen Dukcapil dan dimanfaatkan oleh 4.962 lembaga pengguna yang telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan Dukcapil.
"Semua ini memerlukan dukungan perangkat keras yang terdiri dari server, storage, dan perangkat pendukung yang memadai," kata Zudan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.