JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej menyebutkan, pemerintah akan menyalurkan denda yang dijatuhkan kepada pelaku tindak pidana kekerasan seksual ke dalam dana bantuan korban.
Eddy, sapaan akrab Edward, mengatakan hal itu sudah dikonsepkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani agar pidana denda yang dijatuhkan oleh pengadilan tidak hanya mengalir ke kas negara.
"Konsep dari menteri keuangan itu sangat baik, kita kan tahu bahwa di dalam undang-undang ini selain pidana penjara juga ada pidana denda, jadi denda itu tidak dimasukkan ke dalam negara tapi dimasukkan dalam dana bantuan korban, jadi ini bersifat dana abadi," kata Eddy di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (6/4/2022).
Hal ini disampaikan Eddy merespons pertanyaan soal ketentuan bantuan dana korban dalam Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang dikhawatirkan membebani negara.
Baca juga: RUU TPKS Segera Dibawa ke Rapat Paripurna, Menteri PPPA: Penantian Panjang Membuahkan Hasil
Eddy memastikan dana bantuan korban tidak akan membebani negara karena dana tersebut tidak berasal dari Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN).
"(Dana bantuan korban) itu akan diambil atau akan di-collect dari masyarakat, termasuk para filantropi, yakni CSR dari perusahaan-perusahaan, juga dari invidu maupun masyarakat termasuk bantuan asing yang bersifat tidak mengikat," ujar Eddy.
Adapun bantuan dana korban merupakan bentuk kompensasi dari negara kepada korban kekerasan seksual bilamana pelaku kekerasan seksual tidak mampu membayarkan restitusi yang ditetapkan oleh pengadilan.
Dikutip dari draf RUU TPKS, Pasal 1 nomor 20 menyebutkan bahwa "Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan penetapan atau putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, atas kerugian materil dan/atau imateril yang diderita Korban atau ahli warisnya."
Berdasarkan Pasal 16 Ayat (1) RUU TPKS, besaran restitusi yang wajib dibayar oleh pelaku ditetapkan oleh putusan hakim terhadap tindak pidana kekerasan seksual yang diancam dengan pidana penjara 4 tahun atau lebih.
Baca juga: Baleg Sepakat Bawa RUU TPKS ke Rapat Paripurna untuk Disahkan jadi Undang-Undang
Pasal 30 Ayat (1) pun mengatur bahwa korban tindak pidana kekerasan seksual berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan.
Dalam ayat berikutnya, restitusi dimaksud dapat berupa ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual.
Kemudian, penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis; dan/atau ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.