JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) diprediksi merugi secara elektoral karena Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dinakhodai oleh ketua umum barunya, Yahya Cholil Staquf.
Di bawah kepemimpinan pria yang akrab disapa Gus Yahya itu, PBNU lebih bersifat terbuka terhadap semua pihak, termasuk partai politik.
Analis politik UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno menilai, citra PBNU tidak lagi bisa dimonopoli sebagai "ormas PKB" sebagaimana yang terjadi selama ini.
Padahal, selama ini, dukungan atau kedekatan dengan NU sangat berarti bagi partai politik. Terlebih bagi PKB, warga nahdliyin telah menjadi basis konstituen andalan partai besutan Muhaimin Iskandar itu untuk dikapitalisasi.
"Ini kerugian bagi Muhaimin (Iskandar, Ketua Umum PKB) dan PKB secara keseluruhan karena NU itu sudah menjadi karpet merah bagi partai politik. Untuk bisa melakukan lompatan jauh daripada 2019, agak rumit bagi PKB," jelas Adi ketika dihubungi Kompas.com, Senin (4/4/2022).
Baca juga: Terbuka bagi Semua Parpol, PBNU Gus Yahya Dianggap Akan Sulit Didikte Kubu Tertentu
Sejak dicalonkan menjadi ketua umum anyar PBNU, Yahya memang sudah menegaskan bahwa ia akan menjaga jarak antara PBNU dengan kepentingan politik praktis.
Ketika terpilih dan mengumumkan struktur kepengurusan baru, Yahya juga mengakomodasi pengurus dari beragam partai politik di posisi struktural.
"Dengan hadirnya komposisi PBNU yang lengkap, Gus Yahya menegaskan PBNU tidak identik dengan PKB," kata Adi.
Dalam perjalanannya, Gus Yahya telah menerima kunjungan atau menghadiri agenda bersama elite-elite dari partai politik yang berlainan, sebut saja Airlangga Hartarto dari Golkar dan Puan Maharani dari PDI-P.
Baca juga: Hadiri Harlah PPP, Gus Yahya Dinilai Ingin Jadikan PBNU Sebagai Rumah untuk Seluruh Kader Parpol
Teranyar, hari lahir ke-49 PPP di Malang, Jawa Timur, dihadiri oleh jajaran pengurus PBNU paling banyak.
"Dulu ada kesan NU didikte PKB karena arah politiknya. Sekarang tidak bisa karena NU dibiarkan cair dan terbuka. NU sepertinya memang dibiarkan menjadi terbuka bagi semua parpol yang di dalamnya ada pengurus PBNU. Makanya anteng-anteng saja PBNU sekarang," jelas Adi.
Perubahan ini, selain membuat PKB merugi, diperkirakan bakal menguntungkan banyak partai politik lain yang jadi punya kesempatan lebih besar untuk merapat ke ormas Islam terbesar di Indonesia itu.
"Artinya parta-partai ini sedang lomba mendekati basis konstituen NU yang sekarang tidak lagi dimonopoli oleh PKB,” ucap Adi.
Baca juga: Gus Yahya Hadiri Harlah PPP, Arsul: Sejak Ada PKB, di Lingkungan NU seperti Ada Eksklusivitas
Pada Era Orde Lama, NU, selain sebagai organisasi masyarakat, juga pernah menjadi partai politik.
Masuk rezim Soeharto, tepatnya mulai 1973, NU dilebur ke dalam PPP sebagai fusi partai-partai Islam.