JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menetapkan seorang tersangka kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, berinisial IS, dalam peristiwa Paniai di Provinsi Papua Tahun 2014.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan IS berasal dari unsur TNI.
"Purnawirawan TNI," kata Febrie di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta, Jumat (1/4/2022).
Febrie mengatakan, IS menjabat sebagai perwira penghubung di Komando Distrik Militer (Kodim) wilayah Paniai pada 2014.
Baca juga: Kejagung Tetapkan Satu Tersangka Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai
Kendati demikian, Febrie belum memberikan rincian lebih lanjut soal peran IS di kasus Paniai.
"(Tahun 2014 IS sebagai) Perwira penghubung di Kodim di Paniai," imbuhnya.
Penetapan tersangka IS berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-01/A/Fh.1/04/2022 tanggal 01 April 2022 yang ditetapkan oleh Jaksa Agung RI selaku Penyidik
Adapun Jaksa Agung RI selaku Penyidik sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana sebelumnya mengatakan, IS disangka Pasal 42 ayat (1) juncto Pasal 9 huruf a juncto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Baca juga: Kejagung Periksa Dua Saksi Terkait Pelanggaran HAM Berat di Paniai
Subsider Pasal 40 jucto Pasal 9 huruf h jucto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
Menurut Ketut, hingga saat ini, saksi yang diperiksa sebanyak 50 orang, terdiri dari unsur masyarakat sipil sebanyak 7 orang, unsur Kepolisian RI sebanyak 18 orang, unsur TNI sebanyak 25 orang, serta ahli sebanyak 6 orang.
Ketut menjelaskan, penyidik telah berhasil mengumpulkan alat bukti sesuai Pasal 183 juncto184 KUHAP sehingga membuat terang adanya peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai Tahun 2014 berupa pembunuhan dan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dan h juncto Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.
Baca juga: Kejagung Tentukan Tersangka Pelanggaran HAM Berat di Paniai, Papua pada April 2022
Ia mengungkapkan, peristiwa pelanggaran HAM berat terjadi karena tidak adanya pengendalian yang efektif dari komandan militer yang secara de jure dan/atau de facto berada di bawah kekuasaan dan pengendaliannya, serta tidak mencegah atau menghentikan perbuatan pasukannya dan juga tidak menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sebagaimana dimaksud Pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Akibat kejadian tersebut, mengakibatkan jatuhnya korban yakni 4 orang meninggal dunia dan 21 orang mengalami luka-luka," tambah Ketut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.