JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara sekaligus anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Jimly Asshidiqie berharap masyarakat mau memalingkan muka dari isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurutnya, wacana ini sukar menjadi nyata karena lembaga-lembaga negara sudah menutup kemungkinan ini.
Rencana revisi UU Pemilu, misalnya, sudah diputuskan tak akan dibahas di parlemen tahun ini. Lalu, jadwal Pemilu 2024 pun sudah diputuskan oleh pemerintah, KPU, dan DPR.
Tindakan lembaga negara semacam itu, menurut Jimly, lebih layak diandalkan ketimbang wacana-wacana verbal yang diumbar di media massa.
Baca juga: Sekjen PDI-P: Jokowi Sudah Bilang Taat Konstitusi, Jadi Pemilu pada 14 Februari 2024
“Di era pascakebenaran sekarang, realitas itu harus dilihat 2 segi, realitas kata-kata atau wacana dan realitas aksi lewat keputusan bernegara. Keduanya terpisah. Secara teoretis memang bisa saling memengaruhi dalam keadaan normal, tapi sekarang trennya makin berjalan sendiri-sendiri,” jelas Jimly ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (31/3/2022).
“Maka, wacana penundaan pemilu maupun masa perpanjangan masa jabatan tidak ada hubungan dengan keputusan-keputusan yang dibuat lembaga resmi. Toh wacana ini bukan keluar dari pejabat yang berwenang. Menteri yang terkait dengan kebijakan politik tidak bicara (isu) itu, malah mereka membuat keputusan yang bertentangan. (Yang bicara) hanya menteri di ekonomi, itu pun hanya ngomong,” lanjutnya.
Jimly optimistis, yang akan menjadi nyata adalah rencana yang saat ini telah disusun, yakni penyelenggaraan pemilu secara tepat waktu pada 14 Februari 2024.
Ia menambahkan, mayoritas partai di DPR, MPR, dan DPD juga menolak penundaan pemilu.
“Pada level teknis, tinggal diketuk palu oleh KPU, karena jadwal sudah disusun, jadi tidak ada masalah,” ungkapnya.
Baca juga: Banyak Bicara soal Pemilu Bukan Menteri di Bidangnya, Jimly: Yang Begini Harus Diingatkan Istana
Kendati demikian, Jimly mendesak para elite politik untuk menghentikan wacana yang menurutnya “tidak produktif” ini. Masyarakat juga diminta tak tergiring opininya, terlebih isu penundaan pemilu sudah pernah bergulir sejak 2019.
Ia juga meminta Istana membenahi komunikasi publik agar masyarakat tidak tergiring seolah-olah penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden akan menjadi nyata.
“Bisa saja ini disengaja untuk mengalihkan perhatian supaya keputusan mengenai sesuatu yang tidak mendapat perhatian publik jadi lancar. Yang jauh lebih baik lagi ialah untuk pendidikan publik, janganlah publik ini bertengkar gara-gara sesuatu yang tidak ada, permusuhan virtual,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.