JAKARTA, KOMPAS.com – Pernyataan kontroversi pria bernama Saifuddin Ibrahim yang meminta Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia menghapus ratusan ayat dalam Al Quran berujung pemidanaan.
Saifuddin Ibrahim kini ditetapkan sebagai tersangka usai sejumlah pihak melaporkannya ke Bareskrim Polri atas pernyataannya yang diunggah melalui akun media sosial YouTube pada 14 Maret 2022.
Dalam video berdurasi 9 menit yang diunggahnya, Saifuddin meminta Menag Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat Al Quran.
Saifuddin juga menyatakan sudah sering menyampaikan permintaannya itu ke Menag.
Baca juga: Saifuddin Ibrahim Diduga Ada di Amerika Serikat, Polri Akan Proses Surat Red Notice
"Saya sudah mengatakan berulang kali kepada Pak Menteri Agama dan inilah menteri agama yang saya kira menteri agama yang toleransi dan damai tinggi terhadap minoritas," ucap Saifuddin, seperti dikutip Kompas TV.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan menyatakan, setidaknya ada tiga pelaporan terhadap Saifuddin.
Ketiga laporan diterima dengan nomor LP/B/0133/III/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI dan LP/B/0135/III/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 18 Maret 2022.
Lalu, polisi kembali menerima laporan kasus Saifuddin dengan nomor LP/B/0138/III/2022/SPKT/BARESKRIM POLRI, tanggal 22 Maret 2022.
Kemudian, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan ahli, serta menaikkan kasus Saifuddin ke tingkat penyidikan pada 22 Maret 2022.
Baca juga: Upayakan Jemput Paksa Saifuddin Ibrahim, Polri Minta Bantuan FBI
Menurut Ramadhan, berdasarkan hasil pemeriksaan dan gelar perkara, polisi menemukan unsur pidana yang cukup untuk menetapkan Saifuddin sebagai tersangka.
"Saat ini yang bersangkutan sudah tetapkan sebagai tersangka," kata Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Rabu (30/3/2022).
Menurut Dedi, penetapan tersangka terhadap Saifuddin sudah dilakukan sejak 28 Maret 2022.
Terancam 6 tahun penjara
Atas perbuatannya, Saifuddin Ibrahim terkena pasal berlapis.
Saifuddin diduga melakukan tindak pidana ujaran kebencian berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dan/atau pencemaran nama baik dan/atau penistaan agama.