JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar menjelaskan mengenai polemik kepengurusan organisasi masyarakat (ormas) Apdesi.
Bahtiar menuturkan, ada dua ormas yang berbeda, yang sama-sama menggunakan nama akronim Apdesi. Keduanya masing-masing dipimpin Surtawijaya dan Arifin Abdul Majid.
"Kami jawab soal organisasinya. Kedua ormas tersebut berbeda. Akta notarisnya berbeda," ujar Bahtiar saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (30/3/2022).
"Pengurusnya beda. Kantornya juga beda," tegasnya.
Secara rinci Bahtiar pun memberikan penjelasan tentang perbedaan keduanya.
Baca juga: Apdesi Versi Arifin Abdul Majid Kecam Pencatutan Nama Organisasinya untuk Dukung Jokowi 3 Periode
Dia menuturkan, Apdesi yang dipimpin Surtawijaya memiliki nama resmi Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPP Apdesi).
Kemudian, akta pendiriannya diterbitkan oleh notaris Rosita Rianauli Sianipar dengan Nomor Akta 3 tertanggal 17 mei 2005.
Sementara itu, Apdesi yang dipimpin Arifin Abdul Majid bernama resmi Perkumpulan Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia.
Akta pendiriannya diterbitkan oleh notaris Fitrilia Novia Djamily dengan Nomor Akta 12 tertanggal 31 Agustus 2021.
Merujuk kepada informasi tersebut, Bahtiar memastikan kedua ormas ini sah dan terdaftar di Kemendagri.
"Ya keduanya sah dan terdaftar. Sesuai UU Ormas Nomor 17 Tahun 2013, salah satu syarat ormas yang daftar di Kemendagri ada surat pernyataan dari pengurus bahwa tak ada konflik kepengurusan," ungkapnya.
Baca juga: Apdesi Ingin Jokowi 3 Periode, Waketum PPP: Ada Jalan Keluar Lain
"Surat pernyataan itu merupakan tanggung jawab pengurus ormas yang mengajukan surat keterangan terdaftar (SKT). Dalam hal ini kedua organisasi Apdesi sudah menyatakan tak ada konflik itu," lanjut Bahtiar.
Sehingga, pendaftaran keduanya pun tetap dilayani oleh Kemendagri.
Sebab pada prinsipnya, berorganisasi adalah hak warga negara.
"Soal aktivitasnya di ruang publik, semua ormas tetap tunduk dan patuh semua hukum yang berlaku di negara ini. Dan UU Desa tak mengatur wadah tunggal. Jadi haknya mereka sebagai warga negara," kata Bahtiar.